Saturday, December 4, 2010

Seminar Pertama Pemikiran Strategis dengan Tema Model Kemajuan Berdasarkan Islam-Iran

Pada seminar pertama pemikiran strategis di Republik Islam Iran, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran atau Rahbar Ayatullah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei dan puluhan pemikir, para pakar akademisi dan hauzah hari Rabu malam (01/12) bertemu untuk mengkaji “prinsip, ciri khas dan dimensi model kemajuan berdasarkan Islam-Iran”.

Di awal seminar yang berlangsung lebih dari 4 jam ini, 14 pakar menjelaskan pemikirannya dalam pelbagai masalah terkait model kemajuan Islam-Iran selama tiga jam setengah. Setelah itu, Ayatullah Sayyid Ali Khamenei menyampaikan sejumlah masalah dan menekankan pentingnya memanfaatkan seluruh kapasitas para pemikir di seluruh negeri dalam upaya menyusun model strategis ini. Beliau menyebut ada empat bidang penting seperti pemikiran, sains, kehidupan dan spiritual yang menjadi sektor penting model kemajuan berdasarkan Islam-Iran.

“Model ini akan menjadi dokumen rujukan bagi semua program dan visi Iran,” tegas Rahbar.

Ayatullah Sayyid Ali Khamenei juga menyampaikan kepuasaan dan penghargaannya atas pelbagai artikel ilmiah dan orasi para dosen dan ustad hauzah pada seminar pertama pemikiran strategis kemudian beliau menjelaskan pentingnya masalah ini. Menurut beliau, “Penyelenggaraan seminar semacam ini tidak pernah dilakukan sebelumnya di Republik Islam Iran.”

Rahbar menegaskan pentingnya kelanjutan seminar-seminar terkait pemikiran strategis dan menilai satu dari tujuan penting penyelenggaraan seminar semacam ini adalah mengajak para pemikir untuk mengkaji masalah-masalah penting dan makro negara. Ditambahkannya, “Di Iran ada banyak tujuan dan pekerjaan besar yang dalam perealisasiannya perlu memanfaatkan seluruh kapasitas dan kemampuan para pemikir. Bila demikian, kelazimannya adalah mereka harus terjun langsung membahas masalah-masalah makro.”

Rahbar menyebut pembudayaan dan pewacanaan terkait masalah makro di antara para pemikir dan setelah itu diturunkan ke tingkat umum masyarakat merupakan tujuan lain dari seminar-seminar strategis semacam ini. Menurut beliau, Tujuan ketiga dari penyelenggaraan seminar-seminar ini adalah menentukan garis dan bentuk penetapan jalur bagi masa depan negara.”

Ayatullah Sayyid Ali Khamenei menegaskan juga pentingnya menjauhkan diri dari ketergesa-gesaan dalam upaya mencapai hasil puncak dari seminar-seminar semacam ini dan menambahkan, “Penyusunan model kemajuan Islam-Iran merupakan proses jangka panjang dan tidak mungkin terealisasi dalam kondisi optimis dan jangka menengah, tapi selain itu harus dipertahankan percepatan logisnya.”

“Dalam model kemajuan Islam-Iran, tujuan harus jelas, tapi strategi sangat mungkin mengalami perubahan dan perbaikan sesuai dengan kondisi zaman. Masalah ini justru menunjukkan fleksibilitas model yang disusun ini,” tambah Rahbar.

Rahbar saat menjelaskan empat bagian penting dari “model kemajuan Islam-Iran memaknai kata model dengan “peta komprehensif” dan mengatakan, “Tanpa adanya peta komprehensif kita akan terjerumus pada pergerakan yang justru kontradiktif seperti sejumlah masalah budaya atau ekonomi dalam 30 tahun lalu.”

Ayatullah Sayyid Ali Khamenei mendeskripsikan sebab pemilihan kata Islam menyebut pentingnya bersandar pada tujuan, nilai dan model peta komprehensif ini berdasarkan ajaran dan prinsi-prinsip Islam. Ditambahkannya, Masyarakat dan negara kita adalah Islam dan kita bangga dengan memanfaatkan sumber-sumber Islam mampu menyusun model kemajuan kita.”

Sementara terkait kata Iran dalam pemilihan tema “model kemajuan Islam-Iran” Rahbar menyinggung sejumlah masalah seperti pentingnya mencermati kondisi sejarah, geografi, budaya, ekonomi dan sosial Iran dalam penyusunan model ini. Menurut beliau, “Selain masalah-masalah ini, para perancang model ini juga para pemikir Iran. Sejatinya, model ini merupakan manifestasi upaya para pemikir Iran dalam menggariskan masa depan negara.”

Rahbar juga menyinggung pemilihan kata “kemajuan” dan mengapa tidak memakai kata “pembangunan” lalu menegaskan, “Kata pembangunan sebuah istilah yang telah dikenal dunia dengan makna, nilai dan kelaziman khususnya di mana kita tidak menyepakatinya. Oleh karena itu, kata “kemajuan” yang dipakai selain tidak mengambil dari pengertian pihak lain, juga memiliki akar dalam sejarah Revolusi Islam.”

Rahbar menilai menggariskan kondisi yang tepat dan memperjelas bagaimana dari kondisi yang ada mencapai kondisi yang diinginkan merupakan keharusan dalam proses penyusunan model kemajuan Islam-Iran. Ditambahkannya, “Menggunakan dua pengertian “Islam-Iran” tidak boleh dimaknai tidak memanfaatkan capaian-capaian pihak lain dan pengalaman mereka yang benar. Karena kita di jalan ini akan memanfaatkan segala ilmu dan makrifat secara benar dengan mata terbuka dan bebas dalam memilih.”

Ayatullah Sayyid Ali Khamenei juga menyinggung pentingnya menyampaikan dan menjawab seluruh pertanyaan terkait “model kemajuan Islam-Iran” dan menambahkan, “Satu pertanyaan penting dalam masalah ini adalah mengapa perlu ditentukan waktu untuk menyusun model ini?

Dalam menjawab pertanyaan ini beliau berkata, “Sudah banyak pengalaman dan pengetahuan yang kita miliki selama tiga puluh tahun ini. Semua ini menunjukkan betapa saat ini sangat tepat untuk memulai menyusun model ini.”

“Sebagian berkeyakinan tidak adanya kemampuan pemikiran untuk menciptakan model seperti ini di Iran, namun dengan menyaksikan begitu banyaknya kapasitas dan potensi di negara ini membuktikan bahwa para pemikir Iran punya kemampuan untuk menyusun model ini dan gerakan di sektor ini akan terus dilakukan,” ungkap Rahbar.

Ayatullah Sayyid Ali Khamenei kemudian menjelaskan empat dimensi dalam model kemajuan; pemikiran, sains, kehidupan dan spiritual. Menurut beliau, “Model kemajuan Islam-Iran harus disusun sedemikian rupa sehingga mampu mendorong masyarakat ke arah masyarakat idealis. Luapan pemikiran dan “membuat ide-ide” harus menjadi hakikat yang muncul di tengah-tengah masyarakat.”

Sekaitan dengan bidang ini, Rahbar menilai penting untuk memperjelas segala strategi dan kelaziman kemajuan di bidang pemikiran dan memperhatikan sarana seperti “pendidikan, pengajaran dan media dalam menyusun model kemajuan.

Sementara di bidang sains yang menjadi dimensi kedua yang ditekankan oleh Rahbar, beliau mengatakan, “Inovasi dan gerakan yang sudah ada di bidang independensi sais harus terus dilanjutkan dengan percepatan lebih serta harus memperjelas jalur-jalur kemajuan di segala bidang, pendalaman dan prinsip-prinsip sains dalam model kemajuan Islam-Iran.”

Ayatullah Sayyid Ali Khamenei menilai penting memperhatikan masalah dan garis-garis utama kehidupan seperti keamanan, keadilan, kesejahteraan, kebebasan, pemerintah, independensi dan kehormatan nasional dalam kajian model kemajuan Islam-Iran. “Dalam model ini harus memberikan perhatian yang cukup di bidang kehidupan,” ujar Rahbar.

Bidang paling penting dalam pandangan Rahbar saat menyusun model kemajuan Islam-Iran adalah spiritual. Menurut Rahbar, dalam melaksanakan pekerjaan besar, komplek, detil dan berjangka panjang penyusunan model kemajuan Islam-Iran, hendaknya memperhatikan sisi spiritual. Karena spiritual menjadi semangat kemajuan hakiki di segala bidang.

Rahbar menyebut kehidupan manusia di masa kemunculan Imam Mahdi af sebagai contoh sempurna kehidupan manusia. Dikatakannya, “Manusia dengan sejarah ribuan tahunnya tetap hidup dalam kesulitan dan kebingungan. Sementara di masa kemunculan Imam Mahdi af mereka akan sampai ke jalan besar kemajuan yang hakiki dan untuk meraih itu harus ada usaha keras terus-menerus di bidang ini.”

Ayatullah Sayyid Ali Khamenei kemudian melanjutkan pembicaraannya dengan mencermati lebih kandungan Islam dalam model kemajuan Islam-Iran.

Rahbar menilai perhatian akan masalah tauhid merupakan keharusan penting dalam penyusunan model ini. “Bila tauhid, keyakinan kepada Allah dan konsekuen atas akidah ini dapat dihamparkan dalam tubuh kehidupan manusia, sudah barang tentu segala masalah sosial yang dihadapi manusia akan menemukan solusinya dan mereka akan meraih jalan kemajuan yang hakiki,” jelas Rahbar.

Rahbar juga menyebut perhatian kepada Hari Kebangkitan dan perhitungan di akhirat dalam model kemajuan Islam-Iran akan berujung pada semakin logisnya manusia menanggung segala kesulitan dan menyebarkan semangat pengorbanan. Rahbar mengatakan, “Pengertian prinsip dan sangat menentukan ini harus menemukan maknanya dalam model kemajuan Islam-Iran.”

Kontinuitas, tidak memilah dunia dan akhirat dan menjadikan manusia sebagai subyek dalam pandangan Islam merupakan poin penting lain yang disampaikan Rahbar terkait kandungan Islam dalam model kemajuan Islam-Iran.

Rahbar menjelaskan bahwa manusia sebagai subyek dalam pandangan Islam dan filsafat Barat benar-benar berbeda. Menurut beliau, “Tujuan puncak Islam adalah keselamatan manusia. Berdasarkan cara pandang ini, semua masalah termasuk keadilan, kesejahteraan, keamanan dan ibadah merupakan pengantar atau tujuan sela. Karena tujuan asli dan utama adalah kebahagiaan manusia.”

Ayatullah Sayyid Ali Khamenei menyebut manusia dalam pandangan Islam adalah makhluk yang punya kehendak, punya kewajiban dan senantiasa berada dalam tuntunan ilahi. Dengan menegaskan pentingnya manifestasi cara pandang ini dalam penyusunan model kemajuan Islam-Iran, Rahbar mengatakan, “Dalam pandangan ini, demokrasi selain hak rakyat juga menjadi kewajiban mereka. Tidak seorangpun dapat mengatakan bahwa kebaikan dan kerusakan masyarakat tidak ada hubungannya dengan saya.”

Rahbar kemudian menyebut pemerintah dalam pandangan Islam termasuk masalah yang harus mendapat perhatian cukup dalam penyusunan model kemajuan Islam-Iran.

Sekaitan dengan hal ini beliau menyebut kelayakan individu dalam Islam sangat penting sehingga setiap orang yang ingin menerima tanggung jawab harus memiliki kelayakan yang diperlukan. Bila ia tidak memiliki kelayakan tersebut, maka perbuatan yang dilakukan berkat tanggung jawab yang diterimanya menjadi tidak sah, haram.

Ayatullah Sayyid Ali Khamenei dalam menjelaskan poin lain terkait pandangan Islam dalam pemerintahan adalah penafian dominasi. Beliau mengatakan, “Dalam Islam, seseorang tidak berhak menerima kekuasaan bila memiliki karakter dominasi atau diktator yang menginginkan segalanya untuk dirinya. Sebaliknya, masyarakat juga tidak punya hak untuk memilih pribadi semacam ini. Cara pandang yang menganugerahkan kebahagiaan seperti ini harus dimasukkan dalam penyusunan model kemajuan Islam-Iran.”

Ekonomi merupakan poin lain yang dinilai Rahbar sangat penting untuk diperhatikan dalam penyusunan model kemajuan Islam-Iran. Menurut beliau, “Dalam model kemajuan Islam-Iran yang akan disusun oleh para pemikir harus memasukkan keadilan sebagai satu pilar utama. Karena dalam Islam, keadilan merupakan tolok ukur hak dan batil dan parameter legitimasi sebuah pemerintah.”

Ayatulllah Sayyid Ali Khamenei mengisyaratkan “cara pandang non materi atas ekonomi” poin penting lainnya dalam proses penyusunan model kemajuan Islam-Iran yang harus diperhatikan. Rahbar mengatakan, “Islam menganggap penting masalah kekayaan dan menilai upaya menghasilkan kekayaan sebagai hal yang diinginkan, tapi dengan syarat kekayaan itu tidak dimanfaatkan untuk menciptakan kerusakan, hegemoni dan pemborosan.”

Rahbar di bagian akhir dari pembicaraannya menegaskan kembali pentingnya melanjutkan seminar-seminar semacam ini dan menambahkan, “Dalam menyusun model kemajuan Islam-Iran sangat mungkin berujung pada pembentukan puluhan pertemuan dan lingkaran keilmuan dan pemikiran di universitas dan hauzah. Namun “jalan yang telah dimulai ini” harus terus dilanjutkan hingga ke titik yang diinginkan dengan memanfaatkan seluruh kapasitas para ilmuwan Iran. Insyaallah.”

Rahbar menyinggung juga bahwa penyusunan model kemajuan Islam-Iran tidak mungkin dikaji di lembaga-lembaga pemerintah dan di parlemen karena esensinya sebagai referensi dan rujukan. Oleh karenanya, sangat penting dilakukan pembentukan sebuah lembaga untuk menindaklanjuti tujuan strategis ini. Ditambahkannya, “Pekerjaan ini sangat penting dan gerakan agung ini tidak boleh dibatasi dalam sebuah kelompok saja tapi membutuhkan kerjasama seluruh pemikir dan ilmuwan di negara ini.”

Rahbar melanjutkan, “Pusat kajian ini harus segera dibentuk untuk menindaklanjuti kerja ini dan dengan bantuan para pakar dan ilmuwan Iran jalan untuk meraih tujuan sangat penting dalam menyusun model kemajuan Islam-Iran akan menjadi mudah.”

Di awal seminar Doktor Masoud Derakhshan, dosen Universitas Allamah Thaba’thaba’i menjelaskan pandangannya. Dalam artikelnya yang berjudul “Pengantar Prinsip-Prinsip Kemajuan Ekonomi Islam-Iran, DR Derakhshan mengatakan, “Model kemajuan Islam-Iran selain harus bersandarkan pada parameter ilahi dan hukum syariat, hendaknya memperhatikan juga ciri khas ekonomi Iran yang selama 50 tahun bergantung pada minyak.”

DR. Derakhshan menambahkan, “Model kemajuan harus muncul dari dalam dan pelaksanaannya membutuhkan kehendak dan tekad nasional dari para pejabat lembaga negara dan non negara serta bersandarkan pada kemampuan dalam negeri.”

Orasi kedua disampaikan oleh Doktor Mostafa Salimifar, dosen Universitas Ferdowsi Mashad. DR. Salimifar membahas proses perubahan pemikiran dan teori pembangunan di abad-abad terakhir dan mengatakan, “Seluruh perubahan yang ada dalam model pembangunan ini bersumber dari pandangan humanisme dan pandangan dunia sekular yang membuatnya tidak mampu menjamin tujuan yang diinginkan oleh umat manusia. Selain adanya perbedaan ideologi kenyataannya geografi kemajuan Iran juga berbeda. Oleh karena itu, kita harus mengkaji dan menjelaskan model kemajuan Islam-Iran.”

Doktor Salimifar menyebut upaya menciptakan masyarakat yang berdasarkan keadilan dan pendidikan manusia mukmin, memiliki ekonomi fleksibel, maju dan peran serta mayoritas masyarakat merupakan tugas model kemajuan Islam-Iran. Dikatakannya, “Kita harus menjelaskan model kemajuan bersama dimensi strategisnya seperti perbaikan sistem pendidikan, penyusunan sistem pendalaman pengetahuan agama masyarakat dan menciptakan sistem produksi dan penyebaran ilmu dengan memperhatikan dokumen rujukan seperti Undang-Undang Dasar dan visi rencana jangka panjang 20 tahun.”

Salimifar dalam artikelnya menutup pembahasan dengan menyinggung cara pandang sempit, kendala teoritis, manajemen, sosial dan politik terkait masalah kemajuan.

Hujjatul Islam Walmuslimin Doktor Sayyid Hossein Mir Moezzi, peneliti Institut Farhang va Andisheh Eslami dalam seminar ini mengatakan, “Perubahan model kemajuan Islam-Iran menunjukkan pentingnya penerapan model kemajuan Islam dengan kondisi dan kekhususan budaya, sosial, politik dan ekonomi Iran.”

“Pengumpulan cadangan keilmuwan yang ada, pendefinisian dan penyelenggaraan pendidikan untuk doktoral dan post doktoral serta pembentukan kelompok-kelompok penelitian filsafat ilmu-ilmu humaniora Islam dapat menciptakan sarana untuk merancang dan menyusun model kemajuan Islam-Iran,” tambahnya.

Doktor Zahra Nasrollahi, dosen Universitas Yazd dalam orasinya terkait masalah model kemajuan Islam-Iran mengingatkan bahwa hampir seluruh model kemajuan Barat pernah diterapkan di Iran, tapi tidak sampai pada hasil yang diinginkan. Saat menjelaskan bagian utama dari “model kemajuan Islam-Iran” Doktor Zahra Nasrollahi menyebut penting menentukan tujuan yang benar dan melatih para pakar untuk dapat menerapkan model ini. Seraya menegaskan pentingnya perluasan dan pendalaman diskusi dan tukar pikiran Doktor Nasrollahi mengatakan, “Hendaknya kita juga membahas soal masa depan penelitian dan menggambarkan visi negara terkait penjelasan model kemajuan yang benar.”

Ditambahkan oleh Doktor Zahra Nasrollahi bahwa memberikan esensi pada bentuk dan lahiriah Islam, tidak adanya infrastruktur yang sistematik, tidak cukup mengetahui “Barat, Islam dan Iran”, mengambil sikap konfrontatif di hadapan segala bentuk perubahan, tidak punya kepercayaan yang tinggi di kalangan masyarakat sains Iran, tidak adanya fleksibilitas yang dibutuhkan dan seriusnya pesaing-pesaing asing merupakan kendala paling penting dalam merealisasikan model kemajuan yang benar.

Tampil sebagai pembicara selanjutnya Hujjatul Islam Walmuslimin Doktor Hamid Parsania yang menyampaikan tulisannya yang berjudul “Kemajuan Islam dan manajemen keilmuwan apa adanya”. Dalam tulisannya Doktor Hamid Parsania menganggap penting membongkar kembali identitas kemajuan modern dengan memperhatikan prinsip-prinsip teoritis dan sarana sosial dan sejarahnya.

Doktor Parsania menyinggung ketidakberhasilan pengalaman dalam menggeneralisasikan model kemajuan Barat kepada umat manusia dan menilai ilmu, rasionalitas multi dimensi Islam, kebebasan positif di kancah pemikiran sebagai kelaziman kemajuan Islam. Ditambahkannya, “Hendaknya menjauhi manajemen gaya perangkat keras dan bersifat hanya menopang sains. Kita harus menggambarkan hubungan yang benar antara ilmu dan budaya di balik manajemen cerdas dalam ufuk budaya dan mengorganisir kebijakan sains sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sejarah dan peradaban kita.”

Doktor Adel Peyghami, dosen Universitas Imam Sadiq tampil membahas sejumlah ciri khas dekade kemajuan dan keadilan. Dosen Universitas Imam Sadiq ini menyebut upaya meningkatkan kreativitas, ketrampilan menemukan solusi, ketrampilan mengambil keputusan dan kritis merupakan ketrampilan dasar bagi terciptanya sebuah kemajuan. Dikatakannya, “Parameter yang ada saat ini yang menjadi tolok ukur untuk memberikan data statistik di Iran ternyata belum mampu menghantarkan masyarakat pada keadilan dan kemajuan yang diinginkan. Mencermati hal ini sangat penting untuk setiap bidang ada parameter data statistik baru yang disusun dan diterapkan berdasarkan parameter tersebut.

Doktor Faramarz Rafipour merupakan pemakalah ketujuh dalam seminar pemikiran strategis. Faramarz Rafipour adalah sosiolog Universitas Syahid Beheshti. Ia mengetengahkan fakta-fakta sejarah dan menjelaskan proses terbentuknya imperialisme Barat dan membuktikan bahwa imperialisme merupakan metode paling penting bagi Barat untuk merealisasikan tujuan-tujuannya dengan menciptakan perubahan sistem nilai, budaya dan sosial di negara-negara Islam yang menjadi jajahannya.

DR. Rafipour menolak bila ada yang berpendapat Islam saling berhadap-hadapan dengan Iran. Dikatakannya, “Tradisi Asyura di Iran telah menjadi simbol pemersatu nasional dan identitas nasional bangsa Iran. Kenyataan ini menunjukkan di antara Iran dan Islam ada hubungan erat yang tidak dapat dipisahkan.”

Dosen ilmu sosial ini menyebut kasih sayang sebagai rahasia kemajuan yang hakiki. Ditambahkannya, “Kemajuan Barat dengan memperluas kontradiksi di tengah-tengah masyarakat dan hanya memperkuat hubungan vertikel telah membuat kasih sayang di tengah-tengah masyarakat menjadi lemah. Di sini, para ilmuwan yang berpartisipasi dalam penyusunan model kemajuan Islam-Iran hendaknya memperhatikan hakikat ini.”

Selanjutnya giliran Doktor Haddad Adel, dosen Universitas Tehran yang menyampaikan bahwa dalam model kemajuan Islam-Iran harus memperhatikan ide-ide luhur dan prinsip-prinsip agama dan realita Iran dan dunia saat ini. DR. Haddad Adel menyebut jaminan keadilan, penguatan prinsip-prinsip keluarga, menghapus cara pandang terhadap wanita sebagai alat termasuk pilar-pilar utama model kemajuan Islam-Iran. Ditegaskannya, “Dalam menyusun model ini hendaknya memanfaatkan titik-titik kuat dan pengalaman sukses pihak lain.”

Seminar pemikiran strategis ini kemudian dilanjutkan dengan orasi Doktor Parviz Davoodi, Kepala Pusat Strategis Kepresidenan yang menyampaikan laporan mengenai langkah-langkah yang telah dilakukan pemerintah sejak kabinet kesembilan hingga kesepuluh dalam menyusun model kemajuan Islam-Iran.

Seraya mengisyaratkan penyusunan piagam Republik Islam Iran terkait prinsip dan struktur makro, Doktor Davoodi mengatakan, “Saat ini ada kelompok yang terdiri dari para pengajar dan peneliti hauzah dan akademisi yang mulai menyusun 22 rancangan untuk menentukan paramater di dua bagian; kemajuan ekonomi dan politik.”

“Dalam proses penentuan parameter keadilan, pertumbuhan ekonomi, pemborosan, keluarga dalam pandangan Islam, disiplin masyarakat, pembangunan kota dan arsitektur Islam, kemandirian, kebebasan, persatuan nasional, supremasi hukum, pelayanan sosial dan partisipasi politik tengah dibahas dan dikaji oleh kelompok ini,” jelas Davoodi.

DR. Emad Afrough, dosen Universitas Tarbiyat Modarres adalah pembicara selanjutnya yang langsung mengritik cara pandang yang lebih mementingkan kuantitas dan murni empiris. Dikatakannya, “Dalam setiap bentuk model kemajuan budaya harus dijadikan tolok ukur dan parameter asli.”

Dosen Universitas Tarbiyat Modarres ini menilai pemahaman yang detil mengenai Revolusi Islam merupakan syarat dalam penyusunan model kemajuan Islam-Iran dan menambahkan, “Slogan dan tujuan utama revolusi adalah kebebasan-keadilan, khususnya spiritual yang harus diperhatikan secara penuh dalam setiap bentuk penciptaan model kemajuan Islam-Iran.”

Doktor Afrough juga menyebut penting pemahaman detil akan masalah globalisasi. Ia mengatakan, “Akibat kontradiksi politik di dalam tubuhnya, sistem kapitalisme tidak memiliki kekuatan global dan globalisasi. Sementara Islam punya kemampuan ini dengan syarat para ilmuwan dan bangsa-bangsa Islam memperhatikan kenyataan dan kebutuhan global.”

Ayatullah Mohammad Mahdi Asefi, guru besar hauzah ilmiah Najaf dan Qom dalam seminar ini menekankan bahwa model kemajuan Barat tidak tepat untuk diterapkan dalam masyarakat Islam. Dikatakannya, “Dalam penyusunan model kemajuan Islam-Iran, hendaknya dijelaskan terlebih dahulu pandangan Islam mengenai kemajuan apakah ia sebuah tujuan atau hasil? Ditegaskannya, “Dasar dan prinsip-prinsip utama kemajuan adalah meningkatkan kemampuan keilmuan universitas.”

Sementara Doktor Sayyid Habibullah Thaba’thabaian, dosen Universitas Allamah Thaba’thaba’i dalam orasi pendeknya menilai perlunya mengukur secara benar kemajuan negara. Menurutnya, “Pengukuran yang dilakukan secara kontinyu akan memberikan kemungkinan untuk memperbaiki titik-titik lemah dan memperkuat titik-titik kuat.”

Ayatullah Hairi Yazdi dalam seminar ini menyebut upaya mengenal dan melindungi secara detil undang-undang alam akan menjadi sarana untuk mencapai kemajuan yang hakiki.

Ibu Alasavand, dosen hauzah dan universitas sebagai pembicara terakhir dalam seminar ini dalam orasinya menyinggung pentingnya memperhatikan keluarga sebagai poros kemajuan. Menurutnya, “Kemajuan berlandaskan spiritual dan memperhatikan dimensi budaya dalam pandangan strategis Islam harus lebih diprioritaskan.” Ia menambahkan, “Hendaknya harus mewaspadai nama maslahat dan pengertian-pengertian Islam agar dalam penerapannya tidak terjadi sekularisasi dan secara praktis tidak menjalankan struktur kemajuan Barat.”

Di awal acara seminar, Vaez Zadeh, Sekretaris seminar strategis dalam menjelaskan proses terbentuknya seminar ini mengatakan, “Ide pertama pembentukan seminar-seminar strategis lahir dari Ayatullah Sayyid Ali Khamenei sejak sepuluh bulan lalu. Setelah dibentuknya sekretariat dan penjajakan dengan para pemikir, dosen, guru hauzah dan ilmuwan, dipilihlah “Model Kemajuan Islam-Iran” sebagai tema pertama seminar ini.”

Seraya mengisyaratkan pentingnya partisipasi para pemikir, ilmuwan, cendikiawan, guru hauzah dalam proses pengambilan keputusan dan pewacanaan tema ini di Iran, Vaez Zadeh mengatakan, “Dalam seminar-seminar strategis, selain mengkaji aspek teoritisnya juga memperhatikan serius sarana demi menerapkan apa saja yang telah dikaji.”

No comments: