Thursday, May 28, 2009

killing more of each other every day over your quarrels over religion than all other things put together

You are killing more of each other every day over your quarrels over religion than all other things put together, because you cannot even come to an agreement about what you think God says, or wants for you.

On one side of the world God wants something different than the other. On one side of the room, in one side of your mind, God wants something different than on the other.

The power is within you. You are extensions of this powerful Source Energy. You are literally God expressing in this physical body. And so, as you are standing in a thought, or in a word, or in an action that feels good to you as you are standing there--then you are fully open and allowing all of that Divine Energy to flow through you. And in that moment you are all that you said you would be when you decided to come forth into this body.

You are the extension of pure positive energy.
You are in your full creative power.
You are thriving.
You are clear-minded.
You are joyful.
You are filled with love.
You are who you are--you are allowing that which
You really are

Tokoh Taqrib

Menu ini mengenalkan tokoh-tokoh dan ulama terkemuka dunia Islam yang menyerukan kepada pendekatan dan persatuan antar umat sepanjang sejarah, khususnya pada beberapa abad terakhir

-

Buya Hamka dan Palestina
-
Surat Imam Musa Shadr, Pembawa Panji Persatuan Islam, kepada Mufti Lebanon
- Syeikh Muhammad Ghazali, Pemegang Panji Pembaharuan
- PESAN HAJI Imam Ali Khamenei
- Ayatollah Al-Udzma Wahid Khorasani, Fatwa Yang Menyadarkan
-

Karim Germanus, Legenda Muslim Hungaria

" Connect, Share, Learn, Pray, Act, Victory ! "

Aliran Islam - Madzhab Fiqh

Madzhab Fiqh

Menu ini disediakan untuk menyampaikan informasi yang benar dan menepis tindakan ratusan situs yang ingin merusak hubungan antar muslim. Di sini pengunjung akan memperoleh informasi yang benar tentang berbagai madzhab Islam seperti yang diyakini oleh para penganutnya.

Informasi yang disajikan dilengkapi dengan teks buku-buku rujukan utama masing-masing madzhab. Hal itu kami lakukan untuk menunjukkan banyaknya titik persamaan antara madzhab.


" Connect, Share, Learn, Pray, Act, Victory ! "

ONE SPIRITUAL LEADER with Knowledge & Justice is greater than GREEDY BUSINESS LEADERS & STATE OFFICERS !

Jika Memiliki Spiritual yang Kuat, Kalian Tak Akan Dapat Dipecah-belah

Dari antek-antek dan orang-orang bayaran imperialis di tengah dunia Islam, sebagian mengenakan pakaian intelektual, sebagian bermain di panggung politik, sebagian berbaju orang-orang sufi dengan ide-ide kolotnya, sebagian bergelut dengan khurafat dan takhayul, dan tidak sedikit yang berpakaian ulama dan mufti. Mereka semua berbuat untuk kepentingan musuh dan imperialisme. Karena itu mereka tidak bisa diharapkan untuk bersatu. Umat Islam harus melangkah sendiri untuk memupuk persatuan tanpa menghiraukan bisikan yang ingin memecah-belah.


Lebih dari 150 tahun, para ulama dan tokoh dunia Islam menyuarakan pentingnya persatuan umat Islam. Sebab persatuan adalah kunci paling penting bagi keberhasilan umat Islam dalam menghadapi serangan musuh, khususnya kaum imperialis dan arogan Barat. Jika kita perhatikan secara mendalam kata-kata Imam Khomeini r.a tentang persatuan, akan kita dapati betapa beliau menaruh perhatian yang sangat besar pada masalah persatuan umat.

Persatuan atau wahdah adalah ungkapan yang mudah diucapkan, namun untuk menerapkannya banyak sekali hambatan yang merintangi. Sayangnya, masyarakat Islam dalam praktiknya sering gagal mengejawantahkan ungkapan-ungkapan yang ringan seperti ini. Salah satu contohnya adalah masalah persatuan. Sudah lebih dari 150 tahun para tokoh dan pemimpin dunia Islam yang bijak menyerukan persatuan, tetapi sampai saat ini persatuan tersebut belum terwujud, sehingga masyarakat Islam nampak lemah di hadapan musuh dan inilah yang melahirkan banyak kesulitan besar bagi mereka. Tentunya yang kami maksud dari masyarakat Islam meliputi semua lapisan termasuk ulama, intelektual, politikus, penguasa... sampai rakyat kecil yang kesemuanya adalah bagian dari masyarakat Islam.

Tak syak bahwa di antara masyarakat muslim ini tentu ada orang-orang yang mengerti benar makna persatuan dan berusaha keras mewujudkannya. Sayangnya, bila kita ingin mengevaluasi raport dari upaya yang dilakukan sepanjang sejarah untuk mewujudkan persatuan, dan apabila kita hendak menilai hasil dari upaya mempersatuan umat, akan kita dapati betapa jauhnya jarak antara kondisi yang dengan target yang semestinya.

Perpecahan adalah petaka paling besar yang dialami dunia Islam. Akibatnya, musuh memanfaatkan kondisi ini untuk melakukan pukulan telak terhadap kaum muslimin. Mereka dengan mudah menyerang dan menduduki negeri-negeri muslim, merampok kekayaannya, serta menghapuskan budayanya. Semakin hari, musuh semakin berani menginjak harga diri umat Islam, dan di banyak negeri muslim, mereka membentuk pemerintahan boneka yang dapat dipermainkan semaunya.

Jika memerhatikan kata-kata serta perilaku politik dan sosial Imam Khomeini dengan seksama, akan kita dapati bahwa seruan beliau tentang persatuan bukan hanya pesan etis, budaya dan sosial semata, tetapi beliau meyakini sebagai salah satu strategi terbesar dalm metode politik paling ampuh untuk menguatkan umat Islam dalam menghadapi musuh dan menghalangi agresi asing. Karena itu, wajar jika sejak ratusan tahun yang lalu, musuh selalu mengarahkan bidikannya kepada persatuan dan senantiasa berusaha memecah-belah umat ini. Mereka meyakini bahwa cara itu adalah strategi paling jitu untuk melumpuhkan umat Islam dan selanjutnya menguasai negeri-negeri muslim serta menerapkan semua program imperialismenya.

Sangat mengherankan, umumnya masyarakat muslim belum menyadari benar pentingnya strategi ini yang telah menghancurkan dunai Islam mereka selama kurang lebih 200 tahun dan selama itu pula tidak berhasil merapatkan barisan dan menjalin persatuan antara mereka. Sungguh mengherankan, umat Islam belum berhasil mewujudkan persatuan yang terorganisir dan kini setelah lebih dari 150 tahun, tidak adanya persatuan masih menjadi problema terbesar dunia Islam.

Di sinilah letak pertanyaan besar, mengapa musuh berhasil mewujudkan strategi mereka untuk memecah-belah, sementara kita belum sukses menjalankan strategi persatuan kita?

Fakta menunjukkan bahwa saat ini musuh masih berada di atas angin berkat adanya perpecahan di tengah umat Islam. Sementara kaum muslimin masih bergelut dengan konflik antar mereka sehingga gagal menerapkan strategi persatuan. Dengan kata lain, dengan tangan sendiri kita telah menyerahkan nasib kepada musuh sehingga mereka dapat menundukkan kita. Kondisi ini akan terus berlanjut sampai kita berhasil membalik perimbangan yang ada dan mewujudkan persatuan sehingga dapat menekuk musuh. Saat itulah kita baru dapat mengatakan bahwa strategi persatuan berhasil kita jalankan dengan baik.

Terkadang musuh mengukir keberhasilan yang sangat gemilang dalam menciptakan perpecahan di tengah masyarakat Islam, sehingga umat Islam tidak hanya saling acuh akan nasib masing-masing tetapi bahkan saling berseteru dan berperang. Saat itulah musuh akan merasa sangat puas karena berhasil menjalankan strategi dengan baik. Kondisi itu sudah terjadi pada era modern ini dengan tanda-tandanya yang masih bisa kita saksikan dan rasakan. Dengan berbagai cara licik dan tipu daya serta dana yang besar, musuh berusaha sebisa mungkin untuk menyulut perang partisan di tengah umat Islam. Dengan cara itu mereka berharap dapat menghalangi bangkitnya kembali kekuatan Islam. Musuh tidak akan tinggal diam, tetapi akan terus berbuat untuk menjalankan strateginya dengan mengerahkan semua kemampuan politik, militer, media, dan ekonominya. Sebab kelangsungan imperialisme mereka tergantung pada strategi ini.

Antek-antek dan boneka-boneka musuh tidak bisa diharapkan untuk menghentikan pekerjaan mereka sebagai orang bayaran musuh. Mereka adalah kelompok yang oleh musuh dijadikan sebagai alat paling ampuh dalam menebar perpecahan. Lebih dari itu, mereka juga dimanfaatkan untuk menyulut perang partisan di tengah umat. Antek-antek dan boneka musuh ini hanya bisa hidup dengan cara itu. Mereka berasal dari tengah umat dan memakai pakaian yang sama dengan kaum muslimin lainnya. Dengan bahasa umat Islam mereka menyampaikan kata-kata dan pemikiran musuh. Mereka memberikan resep-resep palsu dan berbahaya kepada masyarakat Islam, serta memalingkan umat dari musuh yang sebenarnya. Tujuannya adalah untuk memecah belah kaum muslimin dan menyulut konflik antar golongan.

Karena itu wajar jika kita berkesimpulan bahwa antek-antek dan boneka musuh tidak akan melakukan tindakan apapun selain pengkhianatan terhadap umat. Setiap kali mendapat kesempatan atau memperoleh instruksi dari tuan-tuannya, mereka akan mengorbankan semua hal termasuk agama, tanah air dan kehormatan sosial dan individunya untuk berbakti kepada musuh. Untuk perbuatan ini, mereka selalu memiliki justifikasi. Sayangnya, orang-orang seperti ini ada di setiap kalangan dan dengan mengenakan semua pakaian.

Sebagian tampil dalam bentuk intelektual dengan ide-ide demokrasi untuk menutupi aktivitasnya sebagai bayaran musuh. Sebagian bermain di panggung politik, budaya dan kemasyarakatan dengan menjalankan program-program pengkhianatannya. Sebagian berbaju orang-orang sufi dengan ide-ide kolotnya, sementara perilakunya hanya untuk menyenangkan kaum imperialis. Tak sedikit yang berbuat untuk kepentingan musuh melalui cara bermain dengan khurafat dan takhayul. Dan yang menyedihkan tak jarang kita temukan antek-antek imperialis yang berpakaian ulama dan mufti, padahal yang mereka lakukan hanya mengadu domba sesama muslim.

Rezim-rezim dan penguasa yang menjadi boneka imperialis dan musuh Islam serta bergerak hanya dengan isyaratnya, tak dapat diharapkan untuk berbuat sesuatu demi persatuan umat. Karena itu, yang bisa kita harapkan adalah mereka yang tidak memiliki ikatan apapun dengan musuh. Mereka lah yang dapat diajak mengikuti strategi persatuan. Mereka adalah umumnya umat Islam, karena mayoritas mereka tidak memiliki kaitan apapun dengan musuh dan kaum imperialis. Untuk melaksanakan strategi persatuan, yang harus dilakukan pertama kali adalah menyadarkan umat akan pentingnya persatuan, dan kedua menanamkan kepada mereka agar memiliki semangat ketuhanan dan tujuan ilahi.

Jika manusia menyakini kebenaran sesuatu secara penuh dan dengan kesadaran, tentu ia akan bergerak ke arahnya. Hanya saja, semua itu harus didahului dengan makrifat dan spiritual. Jika seseorang memiliki semangat dan dorongan ilahi, saat melangkah ke arah persatuan, dia tidak hanya jauh dari bayangan kepentingan duniawi dan subyektifitas tetapi juga tidak akan termakan oleh bisikan dan fitnah yang ingin memecah belah kesatuan. Dia akan mampu membedakan bisikan syetan dari ajakan ilahi.

Imam Khomeini meyakini bahwa di tengah gemuruh suara musuh yang menyerukan perpecahan, maktifat dan spiritual tinggi adalah penyelamat terbaik yang dapat melindungi manusia dari keterpurukan ke dalam jebakan syetan. Imam Khomeini dalam hal ini mengatakan,

‘Kita harus mengupayakan pengukuhan persatuan kita. Jangan sampai rakyat dan pemerintah berpikiran adanya perbedaan antara keduanya. Semuanya milik satu karavan yang berjalan menuju ke satu alam. Kita semua harus taat kepada perintah Allah dan harus bersama-sama. Jika itu berhasil kita lakukan, kemenangan bukan hal yang sulit dan akan kita raih. Kemenangan yang diberikan oleh Allah adalah pertolongan ilahi yang kita terima dengan sepenuh jiwa, sebab hadiah pemberian dari Allah. Namun jika tidak demikian –jangan sampai hal ini terjadi-, dan kita meraih kemenangan dengan kekuatan pedang atau senapan, ketahuilah bahwa itu bukan kemenangan, tetapi kekalahan. Kalian mengira ia sebagai kemenangan padahal jika tabir disinbgkap kalian akan mengetahui bahwa yang kalian dapatkan adalah kekalahan besar. Kita harus selalu bersatu. Sebab Allah swt memerintahkan kita untuk bersama dan bersatu. Dia melarang kita untuk bercerai. Kita harus menjalin persatuan. Persatuan sudah ada tetapi perlu untuk dipertahankan. Kita semua harus mempertahankan persatuan di antara kita. Caranya adalah dengan tidak menggubris kata-kata mereka yang menebar perpecahan. Di setiap tempat dan setiap masa selalu ada orang-orang yang ingin merusak. Tetapi ketika sebuah bangsa memupuk persatuan untuk Allah dan bersatu dengan yang lain, bangsa itu tidak akan mendengarkan bisikan para penebar fitnah dan permusuhan.“

“Orang yang akan termakan oleh bisikan yang merusak adalah orang yang jiwanya lemah dari sisi spiritual dan ketuhanan. Jika ada kelemahan seperti ini, saat itulah kata-kata asing akan mempengaruhi. Pengaruh itu akan membesar sedikit demi sedikit, sehingga pada akhirnya seseorang akan terjerumus ke dalam apa yang dibisikkan kepadanya. Namun bila kita menguatkan sisi spiritual dan ketuhanan, dan secara nyata meyakini kita berasal dari Allah, berbuat untuk Allah dan kepadaNya akan kembali, kita akan tunduk kepada perintahNya. Dia memerintahkan kita untuk bersatu. Dengan persatuan tidak ada yang dapat menggangu kalian. Kita harus bersatu dan harus taat kepda perintah Allah.” (Sahifah Imam jilid 19 halaman 206-207)

Di zaman yang sangat menentukan bagi dunia Islam saat ini, dengan pengetahuan dan makrifat yang didapatkan berkat penguatan sisi spiritual, umat Islam secara umum diharap, untuk tidak menggubris suara-suara menyesatkan yang ingin menebar fitnah perpecahan. Umat Islam harus menggagalkan tipu daya kaum imperialis dan penebar fitnah.

* Imam Khomeini, “Kita harus menjalin persatuan. Persatuan sudah ada tetapi perlu untuk dipertahankan. Kita semua harus mempertahankan persatuan di antara kita. Caranya adalah dengan tidak menggubris kata-kata mereka yang menebar perpecahan. Di setiap tempat dan setiap masa selalu ada orang-orang yang ingin merusak. Tetapi ketika sebuah bangsa memupuk persatuan untuk Allah dan bersatu dengan yang lain, bangsa itu tidak akan mendengarkan bisikan para penebar fitnah dan permusuhan. Orang yang akan termakan oleh bisikan yang merusak adalah orang yang jiwanya lemah dari sisi spiritual dan ketuhanan. Jika ada kelemahan seperti ini, saat itulah kata-kata asing akan mempengaruhi.”

** Lebih dari 150 tahun, para ulama dan tokoh dunia Islam menyuarakan pentingnya persatuan umat Islam. Sebab persatuan adalah kunci paling penting bagi keberhasilan umat Islam dalam menghadapi serangan musuh, khususnya kaum imperialis dan arogan Barat. Jika kita perhatikan secara mendalam kata-kata Imam Khomeini r.a tentang persatuan, akan kita dapati betapa beliau menaruh perhatian yang sangat besar pada masalah persatuan umat.

*** Perpecahan di dunia Islam adalah kunci kemenangan bersejarah musuh atas umat Islam. Selama perimbangan ini belum dibalik, dunia Islam tidak akan lepas dari cengkeraman kekuasaan Barat. Karena itu umat Islam harus mencurahkan perhatian dan berusaha keras mengubah perimbangan yang ada. Kelompok-kelompok perjuangan Islam yang memiliki cita-cita Islam yang mulia, dengan tulus memikirkan musuh yang sama serta meninggalkan perselisihan dan mengumbar perbedaan partisan.

**** Dari antek-antek dan orang-orang bayaran imperialis di tengah dunia Islam, sebagian mengenakan pakaian intelektual, sebagian bermain di panggung politik, sebagian berbaju orang-orang sufi dengan ide-ide kolotnya, sebagian bergelut dengan khurafat dan takhayul, dan tidak sedikit yang berpakaian ulama dan mufti. Mereka semua berbuat untuk kepentingan musuh dan imperialisme. Karena itu mereka tidak bisa diharapkan untuk bersatu. Umat Islam harus melangkah sendiri untuk memupuk persatuan tanpa menghiraukan bisikan yang ingin memecah-belah.





Perspektif Rahbar Tentang Peradaban Islam

" Connect, Share, Learn, Pray, Act, Victory ! "

Ringkasan:

Peradaban Islam lahir dari sebuah gerakan keilmuan yang muncul sejak awal datangnya agama Islam. Belum genap dua abad berlalu sejak pertama kali fajar Islam menyingsing, gerakan keilmuan yang pesat lahir di tengah dunia Islam, di sebuah lingkungan yang seperti itu (lingkungan terbelakang di jazirah Arabia, pentj). Jika ingin membandingkan gerakan keilmuan di masa itu dengan kondisi zaman ini, kalian harus membayangkan [pertama kali] tentang kutub-kutub keilmuan dunia hari ini. Umpamakan ada sebuah negara yang secara geografis letaknya di titik yang terpencil dan jauh dari pusat peradaban. Negara ini tiba-tiba masuk ke sebuah lingkungan peradaban dan secara keilmuan berhasil mengungguli peradaban-peradaban lainnya hingga seratus atau 150 tahun ke depan. Tentunya gerakan keilmuan seperti itu terhitung sebagai gerakan mukjizat yang tidak bisa dibayangkan. Hal itu tidak terjadi kecuali karena Islam menaruh perhatian besar pada ilmu, mendorong untuk menimba ilmu dan mengajarkannya serta menuntun untuk hidup dengan pintar.

Peradaban Islam lahir dari dalam Islam itu sendiri. Tentunya, peradaban yang hidup pasti memanfaatkan apa yang ada pada peradaban lain. Pertanyaannya adalah, kemakmuran dunia ini; penggunaan ilmu ini; penyingkapan banyak rahasia alam kehidupan ini -alam materi- yang dilakukan oleh orang-prang Islam; pemanfaatan khazanah pemikiran, ide, aktivitas keilmuan dalam skala besar dan lahirnya pusat-pusat pendidikan tinggi tingkat dunia; munculnya puluhan negara yang kaya dan kuat di zaman itu; lahirnya sebuah kekuatan politik paling besar sepanjang sejarah, dari mana datangnya semua itu? Coba lihat lembaran sejarah. Kalian tak akan pernah menemukan kekuatan apapun sepanjang sejarah kecuali Islam, yang berhasil membentuk sebuah negeri yang satu terbentang dari jantung benua Eropa sampai ke jantung anak benua India. Wilayah seluas itu menjelma menjadi satu negeri yang diperintah oleh sebuah kekuatan besar. Sementara Eropa tenggelam dalam kebodohan dan kesengsaraan di era abad pertengahan. Orang-orang Eropa sendiri yang menamakan abad pertengahan dengan nama periode kelam dan gelap. Di abad pertengahan ketika orang-orang Eropa berada dalam kegelapan dan kesengsaraan, gerakan keilmuan di negeri-negeri Islam, termasuk Iran berada pada periode kejayaannya. Kekuatan politik, kekuatan ilmu, kemakmuran duniawi, kekokohan pemerintahan, pengerahan segenap potensi sumber daya manusia yang hidup, konstruktif dan aktif, semua itu adalah berkat ajaran Islam.

Abad keempat hijriyah adalah abad keemasan peradaban Islam. Di abad keempat hijriyah -yang bertepatan dengan abad 11 Masehi, dimana Eropa saat itu berada pada puncak kegelapan dan kebodohan- peradaban Islam yang berhubungan dengan negeri Iran mencapai era keemasannya. Para ilmuan saat itu -kecuali hanya sedikit dari mereka- umumnya adalah orang Iran. Orang-orang Barat dahulu pernah berguru dan menimba ilmu dari Timur. Mereka menimba ilmu dari Iran. Pencetus berbagai cabang keilmuan di dunia saat ini umumnya adalah orang Iran. Bahkan, renaissance di Eropa sebenarnya terjadi karena gerakan penerjemahan buku-buku dari banyak negeri khususnya negeri-negeri Islam. Padahal saat itu, agama dan aktivitas keagamaan di Iran tidak lebih redup dibanding dengan Eropa, bahkan lebih semarak dan bergairah. Karena itu dapat disimpulkan bahwa agama bukan penghalang bagi gerakan keilmuan. Yang mencegah keilmuan adalah hal lain dan masalah lain. Apa itu? Kebodohan masyarakat dalam banyak bentuknya; keyakinan takhayul yang ada pada agama Kristen di zaman itu. Dalam sejarah Islam tidak pernah ada cerita seseorang dihujat lantaran ilmunya. Sementara di Eropa, ada orang yang dibunuh, dirajam, digantung bahkan dibakar hidup-hidup karena ilmunya. Artinya, apa-apa yang ada di agama Kristen mereka yang telah dipenuhi oleh takhayul dan sarat dengan hal-hal bodoh digeneralisasi oleh mereka ke seluruh dunia. Lalu apa sebenarnya dosa Islam saat ini? Apa dosa umat Islam? Apa dosa bangsa-bangsa Muslim?

Islam memang sebuah kebangkitan dan gerakan spiritual dan moral, tetapi meski demikian, tak diragukan bahwa agama ini menjadikan kemajuan ilmu dan perkembangan ekonomi sebagai bagian dari tujuan yang diinginkannya. Belum genap lima puluh tahun dari kelahiran agama Islam sudah lebih dari separuh peradaban dunia bernaung di bawah panji Islam. Dalam dua abad pertama, dunia Islam yang besar telah mencapai puncak peradaban umat manusia dari sisi keilmuan, khazanah pemikiran, serta kemajuan sipil dan ekonomi. Semua itu tak mungkin terwujud jika bukan karena berkah ajaran agama Islam yang menyatukan antara sipirtualitas dan kemajuan materi.

Peradaban Barat yang materialis membawa semua orang kepada materialisme. Uang, perut, dan syahwat menjadi tujuan yang terbesar. Akhirnya, kesucian, keseragaman, toleransi, dan pengorbanan di banyak wilayah alam ini, tergeser dan digantikan dengan kelicikan, tipu daya, kerakusan, kedengkian, kekikiran dan sifat-sifat buruk lainnya. Dewasa ini, kemajuan ilmu ultra modern yang berhasil dicapai oleh peradaban dan Dunia Barat tidak mampu menyelamatkan umat manusia. Penyebab utama adalah karena kemajuan itu tidak disertai oleh nilai kemanusiaan. Setiap kali ada ilmu namun tidak dibarengi dengan spiritualitas, moral, hati, dan emosi kemanusiaan, maka umat manusia tidak akan memetik manfaat dari ilmu tersebut. Ilmu tanpa spiritualitas dan moral akan melahirkan bom atom yang membinasakan orang-orang yang tak berdosa. Ilmu itu akan menghasilkan senjata yang memangsa warga sipil di Lebanon, Palestina, dan berbagai negeri lainnya di dunia ini. Ilmu itu akan menjadi bahan-bahan kimia yang digunakan sebagai senjata untuk membantai wanita, anak kecil, anak muda, manusia dan binatang seperti yang terjadi di Halabja dan tempat-tempat lainnya di dunia.

Dalam peradaban Islam dan di bawah naungan pemerintahan suci Republik Islam yang bergerak menuju ke arah peradaban itu, kita telah mencanangkan target yang harus diwujudkan yaitu menyenaraikan ilmu dengan spiritualitas. Ketika kalian menyaksikan Dunia Barat demikian sensitif terhadap sikap kita yang komitmen dengan spiritualitas sehingga mereka menyebut kita dengan sebutan fundamental dan kolot serta menuduh kita melanggar Hak Asasi Manusia lantaran kita loyal pada prinsip etika dan kemanusiaan, itu semua terjadi karena apa yang kita lakukan berseberangan dengan konsep mereka. Kita meyakini bahwa seiring dengan memanfaatkan ilmu, amal dan pengalaman umat manusia, kita harus menebar sendiri benih-benih kemajuan materi dan spiritualitas untuk meraih kesuksesan bagi negeri ini. Kita harus merawatnya hingga tumbuh dan menghijau. Jangan sampai kita hanya mengekor kepada orang lain.


Bagaimana dengan Bangsa Indonesia?

Dirimu? Keluargamu? Lingkunganmu?


" Connect, Share, Learn, Pray, Act, Victory ! "

Rahasia Keabadian Revolusi Imam Husein as

Cinta Tingkatkan Efisiensi Iman

Pada prinsipnya, iman tidak akan pernah efisien selama tidak dibarengi secara emosional dengan cinta yang yang dalam. Cinta secara luar biasa mampu meningkatkan efisiensi iman dalam aksi dan gerak. Tanpa cinta kita tidak akan pernah berhasil memajukan gerakan kebangkitan. Derajat tertinggi cinta dalam pemikiran Islam adalah cinta kepada Ahlul Bayt dan kita memiliki itu. Puncak cinta termanifestasikan dalam peristiwa Karbala, Asyura, dan pengorbanan hamba-hamba Allah pada hari itu. Semuanya tercatat dalam sejarah dan budaya Syiah.

(Petikan pidato Rahbar dalam pertemuan dengan para ulama menjelang bulan Muharram. 2 Agustus 1989).
________________________________________

Arbain Abadikan Revolusi Imam Husein as untuk Selamanya

Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih kepada kalian semua saudara dan saudari khususnya para ulama, keluarga para syahid, tawanan perang, pejuang yang belum ditemukan, veteran perang, kepada mereka yang mengabdi melayani kalian yang datang dari berbagai daerah dan berbagai lembaga. Saya berharap semoga lembaga-lembaga bantuan kemanusiaan seperti Bulan Sabit Merah dan Lembaga Syahid tetap melanjutkan pengabdiannya yang berharga kepada orang-orang yang pada hakikatnya adalah kembang masyarakat kita. Semoga mereka dapat mengabdi dengan lebih baik dan melestarikan kenangan berharga para syuhada dalam berbagai aktifitas budaya, seni dan tabligh.

Mengingat hari ini mendekati malam Arbain Sayyid As-Syuhada Imam Husein as saya akan menyampaikan beberapa tema yang ada kaitannya dengan usaha mulia demi menghidupkan kenangan dan nama syuhada di zaman kita.

Pada prinsipnya, urgensi Arbain kembali pada langkah bijak yang dilakukan keluarga Rasulullah SAW. Langkah mereka ini sejatinya telah mengabadikan revolusi Imam Husein as. Bila keluarga syuhada dan pewaris asli Asyura yang masih hidup tidak berusaha melestarikan kenangan dan bekas-bekas syahadah di berbagai peristiwa seperti kesyahidan Imam Husein as di hari Asyura, generasi berikutnya pasti tidak mampu memetik banyak manfaat dari hasil-hasil syahadah tersebut.

Benar, Allah swt menghidupkan para syuhada di dunia ini dan dengan sendirinya syahid akan abadi dalam sejarah dan ingatan masyarakat. Namun sama seperti urusan lainnya, Allah tetap mengatur masalah ini secara alamiah dengan meletakkannya pada iradah dan kehendak kita. Kebulatan tekad yang benar dan tepat dari kitalah yang mampu menghidupkan dan melestarikan memori, kenangan dan filsafat syahadah.

Bila Sayyidah Zaenab Al-Kubra as dan Imam Sajjad as di hari-hari ketika mereka ditawan; baik pada sore hari Asyura di Karbala maupun di hari-hari berikutnya di sepanjang perjalanan Syam, Kufah dan juga ketika mereka dikelilingkann di kota Syam begitu pula setelah itu pada saat mereka berziarah ke Karbala lalu kembali ke Madinah serta tahun-tahun berikutnya ketika kedua figur besar itu masih hidup, jika dalam rentang waktu itu mereka tidak berjuang mengungkap peristiwa Asyura, hakikat filsafat Asyura, tujuan Imam Husein as dan kezaliman yang dilakukan musuh terhadap beliau, sudah tentu peristiwa Asyura tidak akan hidup, bergelora dan tetap berkobar hingga hari ini.

Mengapa Imam Shadiq as dalam hadisnya mengatakan, "Barang siapa yang membaca satu bait puisi tentang peristiwa Asyura dan membuat orang-orang menangis karena bacaan puisi tersebut, Allah pasti memasukkannya ke dalam surga"? Sebab, seluruh mesin-mesin propaganda musuh berusaha mengucilkan dan memadamkan semangat peristiwa Asyura serta menutup-nutupi pesan Asyura, bahkan secara keseluruhan mereka berusaha mengubur segala hal yang berbau Ahlul Bayt, agar masyarakat tidak mengatahui apa yang sebenarnya terjadi. Hari-hari itu sama seperti yang terjadi di zaman kita. Kekuatan-kekuatan zalim berusaha sekuat tenaga memanfaatkan propaganda dengan berbohong, punya tujuan buruk dan penuh kelicikan. Dalam situasi yang demikian, apakah mungkin peristiwa Asyura yang begitu agung terjadi di padang pasir yang terpencil dari dunia Islam mampu bertahan, berdenyut dan tetap bergelora? Pasti kalau bukan karena jerih payah tersebut, Asyura telah terlupakan.

Yang menghidupkan kembali memori Asyura adalah usaha keras mereka yang ditinggal Imam Husein bin Ali as. Perjuangan Sayyidah Zaenab as dan Imam Sajjad as serta pribadi-pribadi besar lainnya seberat perjuangan yang dilakukan oleh Imam Husien bin Ali as dan sahabat-sahabatnya sebagai pengibar bendera perjuangan. Bedanya, medan yang dihadapi bukan lagi medan pertempuran, tapi medan propaganda dan budaya. Kita harus perhatikan poin-poin ini.

(Petikan pidato Rahbar dalam pertemuan dengan berbagai lapisan masyarakat tanggal 20 September 1989)
________________________________________

Emosional terkait Asyura dan Imam Husein as lebih kuat dibandingkan segala emosi yang ada. Itulah mengapa ia lebih dapat menjamin emosi manusia ketimbang lainnya. Tawalli dan tabarri bermakna cinta kepada Ahlul Bayt dan benci terhadap musuh, ikatan persaudaraan di satu sisi dan berlepas diri dari musuh di sisi yang lain. Emosi ini membuat manusia mampu berbicara selama setahun dan tetap menemukan pendengar. Kalian harus bersungguh-sungguh mengasah emosi ini, sehingga di akhir tahun mampu mengubah para audien menjadi orang-orang revolusioner. Karena bila hubungan dan emosi ini tidak ada, mereka tidak akan mendengarkan ucapan kalian dan tidak menganggapnya penting.

(Petikan pidato Rahbar dalam pertemuan dengan anggota Dewan Koordinator Tabligh Islam dan Panitia Pelaksana Peringatan Sepuluh Fajar Revolusi Islam, 1 Januari 1991)
________________________________________

Darah Imam Husein bin Ali as tidak tumpah secara sia-sia. Mereka telah membuat Imam Husein bin Ali as mati syahid secara tragis. Musuh secara lahiriah berhasil membuat orang-orang mulia itu mati syahid. Secara lahiriah Yazid yang tampak menang, namun secara batin Imam Husein bin Ali as yang menang. Imam Husein bin Ali as mengorbankan darahnya demi kelestarian Islam dan di jalan ini beliau berhasil mendapat taufik ilahi dan bisa menjamin kelanggengan Islam.

(Petikan Pidato Rahbar dalam pertemuan dengan para keluarga syuhada kota Ilam, 3 Januari 1991)
________________________________________

Pergunakan kesempatan ini. Berkat perjuangannya, Imam Husein bin Ali as berhasil menghidupkan kembali Islam. Pada hakikatnya Islam telah dihidupkan dan dibebaskan oleh darah dan kebangkitan Imam Husein bin Ali as. Kini dengan motifasi mengenang nama dan pidato-pidato Imam Husein as kalian harus menjelaskan hakikat Islam. Perkenalkan Al-Quran dan Hadis. Bacakan Nahjul Balaghah kepada masyarakat dan jelaskan berbagai hakikat Islam. Salah satu dari hakikat itu adalah pemerintahan hak yang dapat disaksikan di Iran, pemerintahan alawi dan nabawi yang termanifestasikan dalam Republik Islam Iran. Kenyataan ini harus disampaikan kepada masyarakat. Ini merupakan ajaran Islam paling tinggi. Jangan sampai ada yang beranggapan dapat menjelaskan mengenai Islam, tapi melupakan pemerintahan Islam yang telah mengkristal di bumi Iran. Ini adalah pesan kami kepada kalian.

Segala puji bagi Allah, karena semua berkah ada dalam diri Anda semua yang terhormat, Anda para tokoh, khususnya para santri muda yang penuh semangat, mukmin dan cendikia. Pada mulanya, kelompok ini jugalah yang menyebarkan gerakan kebangkitan ini. Dengan menggunakan hadis Nabi mereka menyamakan sahabat-sahabatnya dengan lebah. Ayat berikut ini nyata di depan mata mereka:

و اوحى ربّك الى‏النّحل ان اتّخذى من‏الجبال بيوتاً و من‏الشّجر و مما يعرشون. ثمّ كلى من كلّ الثمرات فاسلكى سبل ربّك
"Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu..." (Q.S. 16: 68-69).

Mereka menghisap hakikat dan memberikan madu murni kepada orang-orang yang haus akan hakikat, karena madu sebagi penyembuh bagi manusia. Saat ini juga demikian. Sekarang para santri, cendekia dan para mubaligh muda dengan menggunakan pengalaman-pengalaman para guru dan pakar di bidang ini, harus mengokohkan beban tanggungannya dan dengan hanya berharap kepada Allah, demi Allah, di jalan Allah serta dengan niat mendekatkan diri kepada Allah berangkat menjelaskan semua hakikat ini ke seluruh penjuru negeri dan dunia dengan bahasa yang tepat.

(Petikan pidato Rahbar dalam pertemuan dengan para ulama menjelang bulan Muharram, 24 Mei 1995)
________________________________________

Syahadah Hakikat yang Agung

Bila hakikat syahadah ini tetap hidup dengan perantara orang-orang yang saat ini memiliki rasa tanggung jawab terhadap syuhada, maka hakikat ini akan tetap hidup, terjaga, suci dan agung. Sejarah masa depan kita akan tetap memanfaatkan pengorbanan besar yang telah mereka lakukan. Sebagaimana umat manusia sampai saat ini akan mengambil pelajaran dari cucuran darah pemimpin para syahid dalam sejarah Abu Abdillah Husein as. Karena orang-orang yang mewarisi cucuran darah tersebut telah mempergunakan darah ini dengan sebaik-baik pemikiran dan sebaik-baiknya cara untuk menjaganya agar tetap hidup.

(Penggalan dari pidato Rahbar dalam pertemuan dengan keluarga para perwira syuhada provinsi Tehran 7 Mei 1997)
________________________________________
Pada peroide Imam Husein as mayoritas golongan elit, orang-orang saleh dan orang-orang mukmin mengucilkan diri, merasa ketakutan dan mengundurkan diri sehingga kebatilan berhasil menang, Yazid pun uasa, pemerintahan Bani Umayah berkuasa selama sembilan puluh tahun, pemerintahan Bani Abbas berkuasa dan tetap berkuasa selama lima sampai enam abad. Alasannya karena tidak ada pengorbanan. Lalu apa yang dirasakan oleh masyarakat! Apa yang dirasakan umat Islam dan apa yang dirasakan oleh orang-orang mukmin!

(Petikan pidato Rahbar dalam pertemuan dengan keluarga para perwira syuhada provinsi Tehran 7 Mei 1997)
________________________________________

Hidup secara terhormat selalu dibarengi banyak musibah. Peristiwa Asyura Imam Husein as sendiri penuh dengan berbagai macam musibah. Sungguh hal yang menakubkan. Bagaimana Allah swt menjadikan peristiwa Asyura Imam Husein as ini penuh dengan musibah dahsyat dan dialami oleh manusia-manusia besar, terhormat, sabar dan selalu bersyukur. Manusia-manusia besar ini dipimpin oleh Imam Husein as. Masalah hidup secara terhormat dan musibah yang terjadi di peristiwa Asyura merupakan kejadian luar biasa dalam sejarah umat manusia. Begitu juga dari sisi kedahsyatan musibah-musibah tersebut dan macam-macamnya yang terjadi secara bersamaan dari pagi sampai sore. Sulit dicari bandingannya di dunia. Sementara dari sisi lain, kesabaran yang ada dalam menghadapi musibah-musibah ini juga tidak ada bandingannya dalam sejarah.

Kesyahidan, keteraniayaan, keterasingan, kehausan, tekanan yang menyakitkan terhadap seseorang karena menyaksikan derita keluarganya, kekhawatiran akan masa depan, begitu juga kehilangan orang-orang yang dicintai, yakni Imam Husein as, keluarga, anak-anak, serta para sahabatnya dan setelah itu penderitaan akibat ditawan, dan yang menawan bukan orang-orang yahng terhormat. Seseorang mungkin masih dapat bertahan saat ditawan oleh orang yang terhormat, tapi yang terjadi tidak demikian. Karena mereka yang menawan ini bukan orang-orang mulia, bukan manusia, tetapi wujud yang bengis.

Keluarga Imam Husein bin Ali as mampu bertahan menghadapi kondisi mereka yang ditawan setelah menyaksikan berbagai musibah dari pagi hingga sore hari. Siapa mereka ini yang mampu bertahan sedemikian rupa? Mereka adalah Imam Sajjad as, Sayyidah Zainab as sebagai perpanjangan posisi imamah dan kemudian para wanita dan anak-anak yang secara lahiriah tidak memiliki kedudukan spiritual yang tinggi seperti wilayah dan imamah, namun mereka bertahan. Inilah rahasia besar yang membuat peristiwa Asyura tetap abadi.

(Petikan pidato Rahbar dalam pertemuan dengan keluarga besar para tawanan dan orang-orang yang belum ditemukan dalam perang delapan tahun 21 Mei 997)
________________________________________

Imam Husein bin Ali as bersama seluruh pemuda dan orang-orang besar dari keluarganya; saudara laki-laki, anak-anak, famili, para pemuda dan sahabatnya yang pemberani telah syahid dan dikuburkan dalam keadaan terasing. Tidak ada orang yang mengiringi prosesi pemakaman mereka dan tidak juga ada orang yang mendirikan acara berkabung atas kesyahidan mereka. Orang-orang dengan anggapannya yang salah berpikir bahwa bila Imam Husein as dan keluarganya tetap hidup, maka mereka akan melakukan pembalasan dendam. Mereka berpikir bahwa dengan syahidnya Imam Husein as dan rombongannya, masalah telah selesai. Imam Sajjad as selama tiga puluh empat tahun setelah peristiwa itu, secara lahiriah hidup terkucil. Secara lahiriyah, beliau tak punya tentara, tak punya pendukung dalam jumlah cukup,dan tidak punya atribut apapun. Abu Al-Fadhl Al-Abbas as juga salah satu syuhada di hari Asyura. Kekuatan-kekuatan materialistik yang berkuasa dengan logika materi biasanya punya anggapan salah bahwa Imam Husein as dan keluarganya telah habis dan musnah. Namun kalian melihat kenyataan sebenarnya tidak demikian. Imam Husein as dan keluarganya belum habis. Mereka tetap ada dan semakin hari kebesaran, keperkasaan dan daya tarik serta pengaruhnya semakin bertambah. Mereka berhasil menarik dan menguasai hati umat manusia dan lingkaran keberadaannya semakin luas. Kini ratusan juta umat Islam baik Syiah maupun bukan Syiah mencari berkah atas nama mereka. Mengambil pelajaran dari ucapan-ucapan mereka. Mengenang mereka. Ini semua adalah kemenangan dalam sejarah, kemenangan sejati dan abadi.

Pertanyaan yang muncul dalam benak manusia adalah apakah masalah yang sebenarnya terjadi? Apa rahasia kelestarian ini? Menurut saya, ini merupakan salah satu hakikat hidup yang paling mendasar sekaligus paling jelas dan paling umum. Hanya saja -seperti semua hakikat yang nyata- hakikat ini tidak menggugah perhatian orang-orang yang lalai. Semua hakikat alam merupakan kejadian penting. Matahari, bulan, pergantian malam dan siang, munculnya berbagai macam musim, kelahiran, kepergian, kematian, kehidupan, masing-masing kejadian ini merupakan pelajaran bagi setiap manusia dan layak direnungkan. Namun orang lalai tidak memperhatikan semua ini. Orang-orang yang suka berpikir saja yang memperhatikan, menggunakan dan memanfaatkannya. Hakikat yang kami sampaikan juga bagian dari hakikat yang nyata ini yang ada sepanjang sejarah yaitu kita memiliki dua faktor kekuatan: Faktor kekuatan materi dan faktor kekuatan spiritual. Faktor kekuatan materi yakni uang, kekuatan fisik dan militer, serta hal-hal yang dilakukan oleh para penguasa umumnya di sepanjang sejarah. Kalaupun mereka berhasil, hasilnya hanya beberapa saat saja. Coba kalian perhatikan seberapa lama penguasa-penguasa dunia ini hidup? Berapa lama mereka bisa menikmati hasilnya setelah peperangan, politisasi dan segala usaha yang dilakukannya! Sangat sebentar dan hanya berlangsung beberapa tahun yang pada dasarnya tidak seberapa.

Ada juga sejumlah faktor kekuatan spiritual yakni iman, kesucian dan ketakwaan, kejujuran, kebenaran, prinsip-prinsip ilahi dan agama bersama perjuangan. Kekuatan ini adalah kekuatan abadi. Kekuatan yang bisa didapatkan dari jalan ini bukan kekuatan yang diperoleh lewat lobi, transaksi, dan untuk kesenangan dunia. Ia adalah kekuatan abadi sejarah. Kekuatan yang menentukan nasib umat manusia dan akan kekal abadi. Sebagaimana para nabi hidup sampai kini. Para pembawa obor keadilan dalam sejarah umat manusia hidup sampai kini. Bagaimana mereka tetap hidup? Yakni garis yang mereka buat dan perjuangkan tetap abadi dalam kehidupan umat manusia dan berupa sebuah pemahaman abadi dan pelajaran bagi umat manusia.

Kini segala kebaikan, keindahan dan kebajikan yang ada untuk manusia bersumber pada pelajaran-pelajaran tersebut dan lanjutan dari pelajaran-pelajaran para nabi dan lanjutan usaha-usaha para pembaharu dan penuntut kebaikan. Semua itu akan tetap abadi.

Imam Husein as memiliki faktor kekuatan spiritual. Meskipun Imam Husein as sendiri telah syahid, namun perjuangan beliau tidak bertujuan untuk meraih kesenangan beberapa saat di dunia ini, sehingga kita katakan, sekarang kan beliau sudah syahid, kalau begitu beliau kalah. Perjuangan Imam Husein as bertujuan untuk mengabadikan dan mengokohkan garis tauhid, garis kekuasaan Allah, garis agama, keselamatan dan kebaikan manusia di antara umat manusia. Karena ada upaya yang terus berusaha untuk memusnahkan garis ini secara keseluruhan. Kini kalian juga melihat contohnya.

Pada satu periode ketika kita dahulu mengatakan hakikat-hakikat ini, yang hanya bayangan dalam benak. Namun kini hakikat-hakikat yang hanya terbayang dalam benak selama ini telah terwujud. Kini kalian melihat bahwa kekuatan-kekuatan dunia saat ini berupaya dan mengeluarkan banyak biaya agar dapat menghapus garis kekuasaan agama dari muka bumi. Di satu belahan dunia muncul peristiwa di mana sebuah bangsa bangkit dan mendirikan kekuasaan agama dan prinsip-prinsip agama yang bertentangan dengan kemauan kekuatan-kekuatan dunia. Ini, pelajaran bagi bangsa-bangsa lain di dunia. Kini ada usaha untuk menghapus garis ini.

Masalahnya mereka tidak hanya ingin menghancurkan pemerintahan ini. Masalahnya adalah mereka ingin menghapus inti masalah dari benak umat manusia dan sejumlah pelajaran yang tetap pada diri umat manusia dan orang-orang tidak bisa mengambil pelajaran darinya; tidak sekarang dan tidak pula untuk masa yang akan datang. Inilah tujuan usaha propaganda yang mereka lakukan selama ini. Kalau tidak, andaikata muncul sebuah sistem yang mengaku berdiri atas landasan hakikat, pemikiran dan iman dan tetap berdiri kokoh, sementara melepaskan pemikirannya, atau dengan kata lain bentuk sistem ada tapi tidak memiliki ruh, ada masyarakat namun melepaskan diri dari pemikirannya, mencampakkan prinsip-prinsipnya, sistem yang semacam ini bakal hancur. Sistem semacam ini juga diinginkan oleh para musuh agama. Bagi mereka agama sangat penting. Sebelum mereka membinasakan orang-orang dan sebelum membentuk sistem yang diinginkan oleh mereka, hal terpenting adalah pemikiran, keinginan, tujuan dan seruan itu harus terlebih dahulu dihancurkan. Cara terbaik untuk melenyapkannya adalah orang-orang yang sebelumnya meletakkan posisinya sebagai pengibar panji-panji ini tiba-tiba menyatakan bahwa "kami salah". Kalian sebagai pemikir dan analis dapat menyaksikan betapa kini dunia sedang berusaha mewujudkan hal ini. Tujuan utama kekuatan-kekuatan arogansi dunia terkait Republik Islam Iran adalah ini. Hal ini sangat penting.

Para nabi utusan Allah, wali Allah, pembaharu, syuhada dan tokoh-tokoh dalam sejarah menang di bagian ini yang menjadi bagian terpenting. Pada akhirnya manusia akan mati. Semua penguasa dan orang-orang kaya akan mati dan ini bukan hal yang patut diperhitungkan. Hal penting adalah jalan, garis dan petunjuk yang telah dicanangkan tetap ada dan keberadaannya kekal hingga kini., bahkan dari hari ke hari semakin meluas.

(Petikan pidato Rahbar dalam pertemuan dengan para komandan Pasukan Garda Revolusi Islam/Sepah-e Pasdaran dalam rangka peringatan "Hari Pasdar", 13 November 1999)

Rahasia Keabadian Revolusi Imam Husein as







Friday, May 15, 2009

Imam Mahdi (a.t.f) in Qur'an ( sunni & shia )

And We assigned them Imams who guide by our authority and We have inspired in them the doing of good deeds (Quran 21:73)

And We appointed from among them some Imams who guide by our authority since they were patient and believed firmly in Our Signs (Quran 32:24)

Moreover, on the commentary of Quranic verse:

And lo! verily I am Forgiving toward him who repents and believes and does good deeds, and afterward he accept guidance (Quran 20:82)

Ibn Hajar mentioned that it is narrated from Imam Muhammad al-Baqir (AS)
as well as Thabit al-Lubnani that, the end of verse means

"He is guided to the Wilayah of the Ahlul-Bayt"
(al-Sawa'iq al-Muhriqah, by Ibn Hajar al-Haythami, Ch. 11, section 1, p235).

Allah, Exalted, also said:
"O' you who believe! Obey Allah, and Obey Apostle and those from among you who are given authority (by Allah)." (Quran 4:59)

Who are those Imams whom Allah gave authority and are to be obeyed beside the Prophet?
The above verses of Quran prove beyond doubt that a divinely appointed Imam has authority and he guides. The authority of Imam is not restricted over a group of people but also covers every other creatures (see Quran 36:12 which uses the word Imam for keeping the account of everything).

Again, this authority is controlled by Allah. Allah also said in Quran:

"(O' Muhammad!) You are but a Warner, and for every community there exists a Guide." (Quran 13:7).

Prophet Muhammad was a Warner, and the Imams of his Ahlul-Bayt were each a Guide for the people of their time.

In fact, the following Sunni commentators of Quran narrated that the word "Guide" in the above verse was Imam Ali (AS).

Tafsir al-Tabari, v13, p72;
Tafsir al-Kabir, by Fakhr al-Razi, on the commentary of verse 13:7
Tafsir al-Durr al-Manthoor, by al-Suyuti, under verse 13:7 of Quran
Kanz al-Ummal, by al-Muttaqi al-Hindi, v6, p157
Noor al-Absar, by al-Shablanji, p70
Kunooz al-Haqa'iq, by al-Manawi, p42.

Wednesday, May 13, 2009

174 when prayers for extension of income are rejected

"The person who prays for extension of income without working harder, his prayers are rejected."
Imam Ali (a.s) ibn e Imam Hussain (a.s)

Monday, May 11, 2009

172 The first people entering Paradise

Mola Ali (a.s) Ibn e Abu Talib (a.s) narrates:
Rahmatallill Aalameen Hazrat Muhammad (s.a.w.w) told me:

"The first people entering Paradise will be Myself, Ali (a.s), Fatimah (s.a), Hassan (a.s) and Hussain (a.s)."

I asked,
"‘O Messenger of Allah (s.a.w.w)! What about our lovers?"

The Messenger of Allah (s.a.w.w) replied:
"They will be behind you."

Subhan'Allah..

171 doesn't have these five things = not useful human being

"He who doesn't have these five things i.e. Wisdom, Religion, Discipline, Maidenliness and Affability, is not a useful human being."
Mola Imam Hussain (a.s) Ibne Mola Ali (a.s)

Saturday, May 9, 2009

Kepemimpinan (Leadership) Dalam Pandangan Imam Khomeini (ra)

Syarat-Syarat Kepemimpinan

http://www.leader.ir/langs/id/index.php?p



DUA SYARAT DASAR

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memimpin secara langsung bersumber dari model alami pemerintahan Islam. Setelah syarat-syarat umum, seperti berakal dan pengelola, ada dua syarat dasar antara lain:

1. Ahli hukum
2. Keadilan

Meski sepeninggal Rasulullah saw terjadi perselisihan dalam masalah siapakah yang berhak memegang kekhalifahan, namun di antara kaum muslimin tidak terjadi perselisihan bahwa yang berhak memegang tampuk kekhalifahan harus orang yang utama.

Ada dua poin yang diperselisihkan:

1. Berhubung pemerintahan Islam adalah pemerintahan berdasarkan undang-undang, maka syarat seorang pemimpin harus mengetahui undang-undang. Syarat ini disebutkan dalam berbagai riwayat.

Pengetahuan akan undang-undang ini tidak hanya diharuskan bagi seorang pemimpin saja, tetapi juga bagi setiap pejabat.

Perbedaannya seorang pemimpin harus lebih mengetahui ketimbang yang lainnya.

Para imam maksum kita mengargumentasikan keimamahan dan kepemimpinannya dengan metode ini bahwa seorang imam harus lebih utama dibandingkan orang lain. Kritikan-kritikan yang diajukan oleh ulama Syiah terhadap yang lain juga terkait dengan masalah ini. Ada seseorang menyebut dirinya khalifah tapi ketika ditanya ia tidak mampu menjawab. Ketidakmampuannya menjawab membuktikan ia tidak layak menjadi seorang khalifat dan pemimpin. Bila ada satu perbuatan yang dilakukannya bertentangan dengan hukum Islam berarti ia tidak pantas untuk menjadi pemimpin.

Menurut umat Islam ahli hukum dan adil merupakan syarat dan rukun asli bagi seorang pemimpin, sementara syarat-syarat lain hanya sebagai pelengkap seperti ilmu tentang malaikat dan sifat-sifat Allah.

Dua ilmu ini tidak punya hubungan dengan masalah kepemimpinan. Begitu juga bila seseorang menguasai ilmu fisika dan berhasil menyingkap seluruh potensi yang dimiliki alam atau seseorang yang menguasai musik tidak serta merta membuatnya layak memimpin. Penguasaan terhadap hal-hal demikian tidak membuatnya lebih didahulukan dalam urusan kepemimpinan dari orang yang mengetahui undang-undang Islam sekaligus adil.

Hal-hal yang terkait dengan masalah kekhalifahan di masa Rasulullah saw, para imam maksum as dan dibahas secara serius oleh umat Islam adalah seorang khalifah atau pemimpin syarat pertama yang harus dimiliki adalah mengetahui hukum-hukum Islam. Artinya seorang khalifah harus ahli hukum. Syarat kedua ia harus adil dan sempurna dari sisi akidah dan akhlak. Akal manusia juga menuntut hal yang demikian.

Karena pemerintahan Islam adalah pemerintahan yang berdasarkan undang-undang, bukan pemerintahan arogan dan juga bukan pemerintahan individu atas rakyat. Bila seorang pemimpin tidak mengenal hukum, berarti ia tidak punya kelayakan untuk memerintah. Karena bila ia bertaklid akan merusak kekuatan pemerintahan dan bila tidak bertaklid, ia tidak menjadi penguasa dan pelaksana hukum Islam.

Dengan demikian menjadi jelas hadis yang menyebut fuqaha adalah pemimpin para penguasa. Jika para penguasa mengikuti Islam, artinya mereka harus mengikuti para ahli fiqih dan menanyakan undang-undang dan hukum-hukum Islam kepada fuqaha kemudian melaksanakannya. Dalam kondisi seperti ini, penguasa sejati adalah fuqaha. Oleh karena itu, kekuasaan secara resmi harus dipegang oleh fuqaha, bukan dipegang oleh orang-orang yang tidak mengetahui hukum Islam yang terpaksa harus mengikuti fuqaha.


2. Seorang pemimpin harus sempurna dari sisi akidah dan akhlak. Ia harus adil dan tidak berbuat dosa. Barang siapa yang ingin melaksanakan hukum Islam, yakni memelaksanakan hukum pidana Islam, mengelola baitul mal, pemasukan dan pengeluaran negara dan Allah menyerahkan urusan hamba-hamba-Nya kepadanya, maka ia tidak boleh berbuat dosa.

"Wa La Yanalu ‘Ahdi adh-Dhalimin” Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".

Allah swt tidak akan memberikan hak semacam ini kepada seorang zalim. Bila seorang pemimpin tidak adil, maka ia tidak akan bisa berlaku adil dalam memberikan hak-hak umat Islam, mengambil pajak dan menggunakannya serta menjalankan hukum pidana. Boleh jadi ia akan memaksakan teman-teman dan keluarganya terhadap masyarakat dan menggunakan baitul mal untuk kepentingan pribadi dan hawa nafsunya.


Rahbar (Pemimpin) Tidak Harus Seorang Marja

Sejak awal saya berkeyakinan dan menekankan bahwa seorang rahbar tidak harus seorang marja. Seorang mujtahid cukup disetujui oleh anggota Dewan Ahli dari seluruh negeri. Bila rakyat memilih anggota Dewan Ahli supaya mereka menentukan seorang Rahbar (pemimpin) pemerintahan mereka dan ketika Dewan Ahli menentukan seseorang sebagai Rahbar (pemimpin), maka kepemimpinannya dengan sendirinya telah disetujui oleh rakyat. Dalam kondisi yang demikian ia adalah pemimpin yang dipilih oleh rakyat dan perintahnya harus dijalankan.


Teladan Rahbari
Rahbar di Pengadilan

Di masa permulaan Islam ada dua periode di mana pemerintahan Islam dapat diterapkan. Pertama, di zaman Rasulullah saw dan yang kedua saat Imam Ali bin Abi Thalib as memerintah di Kufah. Dalam dua periode inilah nilai-nilai spiritual memerintah.

Yakni berdirinya sebuah pemerintahan adil dan pemimpin yang berkuasa tidak sedikit pun melanggar undang-undang. Dalam dua periode ini pemerintahan berdasarkan undang-undang. Boleh dikata mungkin kita tidak akan memiliki pemerintahan yang berdasarkan supremasi hukum seperti dalam dua periode itu. Pemerintahan yang pemimpinnya, sekarang terkadang disebut raja atau presiden, sama dengan seorang masyarakat biasa di hadapan undang-undang. Pemerintahan di awal Islam seperti itu. Sejarah mencatat satu kasus terkait Imam Ali as. Saat itu Imam Ali as dalam posisi sebagai khalifah umat Islam dan kekuasaannya terbentang mulai dari Hijaz sampai Mesir, Iran dan daerah-daerah lain. Imam Ali as yang menentukan hakim-hakim. Dalam sebuah kasus antara Imam Ali as dengan seorang warga Yaman yang masih berada di bawah kekuasaan pemerintahan Imam Alia as, hakim menghadirkan beliau, padahal beliau sendirilah yang mengangkat hakim itu. Ketika Imam Ali as memasuki ruang sidang, hakim hendak berdiri untuk menghormatinya. Imam Ali as langsung berkata, di ruang sidang seorang hakim tidak boleh hanya menghormati seseorang saja. Karena kedua belah pihak berada dalam posisi yang sama. Keputusan hakim ternyata merugikan Imam Ali as dan diterima oleh beliau dengan gembira.

Inilah sebuah pemerintahan di mana semua orang posisinya sama di hadapan undang-undang. Karena undang-undang Islam adalah undang-undang ilahi. Semua hadir di hadapan Allah, baik pemimpin atau yang dipimpin, baik Nabi, imam maupun rakyat lainnya.


Rahbar di Tengah-Tengah Masyarakat

Pemimpin Islam berbeda dengan pemimpin-pemimpin lainnya seperti raja atau presiden. Pemimpin Islam adalah seorang pemimpin yang selalu berada di tengah-tengah masyarakat.

Ia selalu hadir di masjid kecil di Madinah mendengarkan kata-kata masyarakat. Mereka yang berada di jajaran pemerintahan duduk bersama berbagai kalangan masyarakat di masjid. Mereka berkumpul sedemikian rupa sehingga bila ada orang lain masuk ke masjid, maka ia tidak akan dapat membedakan mana pemimpin pemerintahan, pejabat pemerinah dan mana yang menjadi rakyat biasa. Pakaian yang dikenakannya sama seperti yang dipakai rakyat biasa. Ia bergaul sama dengan pergaulan rakyat biasa. Begitu adilnya dalam melaksanakan keadilan sehingga bila rakyat yang paling rendah pergi ke pengadilan menuntut pemimpin tertinggi pemerintahan, maka hakim dengan mudah memanggil orang tertinggi di pemerintahan dan ia pasti hadir.


Wilayat Fakih Anti Kediktatoran

Dalam Islam yang memimpin adalah undang-undang. Rasulullah saw juga menaati undang-undang. Menaati undang-undang ilahi dan tidak melanggarnya.

Allah swt berfirman: “Seandainya kamu mengatakan sesuatu bertentangan dengan apa yang Aku katakan, maka Aku pegang tangan kananmu dan Aku potong urat tali jantungmu”.

Bila Rasulullah saw seorang diktator dan ditakuti jangan sampai suatu saat ia melakukan kediktatoran dengan semua kekuatan yang dimilikinya. Seandainya Rasulullah adalah seorang diktator, maka seorang faqih juga bisa berlaku sebagai seorang diktator.

Faqih tidak boleh orang yang zalim. Faqih yang berada dalam posisi sebagai Rahbar (pemimpin) harus punya sifat adil. Keadilan selain keadilan sosial. Bila seorang faqih berkata satu kebohongan saja berarti ia telah keluar dari sifat adil. Bila ia memandang seseorang yang bukan muhrimnya berarti ia sudah tidak adil. Orang yang semacam ini tidak dapat melanggar dan tidak akan melanggar.


Wewenang Rahbari dan Pemerintahan

Bila seseorang yang layak dan memiliki dua sifat ini (ahli hukum dan adil) bangkit dan membentuk sebuah pemerintahan, maka ia juga memiliki kekuasaan sebagaimana yang dimiliki oleh Rasulullah saw dalam mengatur urusan sosial dan seluruh masyarakat wajib menaatinya.

Anggapan yang mengatakan bahwa wewenang pemerintahan Rasulullah saw lebih besar dari Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as atau wewenang pemerintahan Imam Ali as lebih besar dari seorang faqih adalah pemikiran yang batil dan salah. Tentu saja keutamaan Rasulullah saw lebih tinggi dari semuanya. Setelah Rasulullah saw keutamaan Imam Ali as lebih tinggi dari yang lainnya. Namun, kelebihan keutamaan spiritual tidak memperluas wewenang pemerintahan. Allah swt juga memberikan wewenang kepada pemerintahan saat ini sebagaimana wewenang dan kekuasaan yang dimiliki oleh Rasulullah saw dan para imam maksum lainnya baik dalam memobilisasi sukarelawan dan pasukan, menentukan wakil-wakil dan gubernur, menarik pajak dan menggunakannya demi kepentingan umat Islam. Bedanya pemimpin setelah kegaiban Imam Mahdi af tidak ditentukan individunya tapi atas nama “faqih yang adil”.

Ketika kita katakan bahwa setelah masa gaibnya imam Mahdi af kekuasaan yang dimiliki oleh Rasulullah saw dan para imam maksum as dimiliki oleh faqih yang adil, jangan sampai ada yang berpikiran bahwa kedudukan para ahli fiqih adalah kedudukan para imam maksum as dan Rasulullah saw.

Karena di sini tidak berbicara tentang kedudukan tapi berbicara tentang tugas. Wilayah adalah pemerintahan, mengatur negara dan menerapkan undang-undang syariat. Sebuah tugas yang sangat berat dan penting, bukannya mendatangkan posisi dan kedudukan luar biasa bagi seseorang atau menaikkan derajatnya dari batas manusia biasa. Dengan kata lain, kekuasaan yang menjadi bahasan adalah pemerintahan, melaksanakan dan mengatur. Berbeda jauh dengan yang dibayangkan oleh banyak orang.

Kekuasaan bukan keistimewaan, tapi sebuah tugas berat.

Salah satu tugas seorang faqih pemegang kekuasaan adalah menjalankan hukum. Yakni hukum pidana Islam. Apakah dalam menjalankan hukum pidana ada perbedaan antara Rasulullah saw, Amirul Mukminin as dan seorang faqih? Apakah seorang faqih yang kedudukannya lebih rendah ia harus memukulnya lebih sedikit? Sebagai contoh, hukuman seseorang yang melakukan zina adalah seratus cambukan. Apakah bila Rasulullah saw yang menjalankan hukum tersebut ia harus mencambuknya sebanyak seratus lima puluh kali cambukan, Amirul Mukminin Ali as seratus kali cambukan dan seorang faqih lima puluh cambukan? Ataukah seorang pemimpin selaku lembaga ekskutif ia harus menjalankan hukum Allah sesuai yang ditentukan, baik dia Rasulullah saw, Imam Ali as, wakil dan hakim beliau di Basrah dan Kufah atau seorang faqih masa kini. Tugas-tugas lain Rasulullah saw dan Amirul Mukminin Ali as adalah menarik pajak, khumus, zakat, jizyah dan upeti tanah baik yang dihasilkan dari perang atau penduduknya berdamai. Bila Rasulullah saw harus menarik zakat, maka berapakah beliau harus mengambilnya? Apakah dari satu tempat beliau mengambil sepuluh dan di tempat lain dua puluh?

Apa yang dilakukan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as saat menjadi khalifah? Bagaimana dengan kalian sebagai faqih masa kini dan hukumnya harus dilaksanakan? Apakah dalam hal ini ada perbedaan antara kekuasaan Rasulullah saw, Amirul Mukminin Ali as dan kekuasaan seorang faqih? Allah swt telah menetapkan Rasulullah saw sebagai pemimpin seluruh umat Islam. Semasa hidup Rasulullah saw, beliau menjadi pemimpin umat Islam termasuk pemimpin Imam Ali as. Sepeninggal beliau yang memimpin adalah Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as. Beliau menjadi pemimpin atas imam setelahnya. Artinya, semua perintahnya berlaku bagi seluruh umat Islam. Beliau punya wewenang untuk mengangkat atau memberhentikan wakilnya.

Sebagaimana Rasullah saw diperintahkan untuk menjalankan hukum-hukum Islam dan menciptakan sistem Islam, Allah menjadikan beliau sebagai pemimpin umat Islam dan mereka harus menaatinya, seorang faqih yang adil juga harus menjadi pemimpin umat Islam, menjalankan hukum-hukum Islam dan menciptakan sistem sosial Islam.


Pemerintahan adalah adalah hukum awwali,
dan lebih utama dari hukum cabang

Bila wewenang pemerintahan berada dalam bingkai hukum-hukum cabang ilahi, maka wewenang pemerintahan ilahi dan kepemimpinan mutlak yang diberikan kepada Nabi Muhammad saw merupakan sebuah fenomena yang tidak bermakna.

Pemerintahan merupakan cabang kekuasaan mutlak Rasulullah saw, salah satu hukum awwali Islam dan lebih utama dari seluruh hukum cabang, bahkan atas shalat, puasa dan haji. Seorang pemimpin berhak merusak masjid atau rumah yang berada di tengah jalan dan memberikan ganti rugi kepada pemiliknya. Bila kondisi mengharuskan, seorang pemimpin bisa menghentikan aktiftas masjid dan merusak masjid yang membahayakan bila penyelesaiannya hanya dengan jalan membongkarnya.

- Pemerintah bisa membatalkan perjanjian syar’i yang dilakukannya dengan masyarakat secara sepihak, bila perjanjian tersebut bertentangan dengan kepentingan negara dan Islam.

- Pemerintah bisa mencegah segala perkara baik yang bersifat ibadah maupun selain ibadah bila itu bertentangan dengan kepentingan Islam.

- Pemerintah untuk sementara waktu bisa memboikot haji yang merupakan salah satu kewajiban ilahi yang penting bila kondisinya bertentangan dengan kepentingan negara Islam.


Kepemimpinan dan hak membatasi kepemilikan

Dalam Islam harta yang dimiliki lewat proses yang sesuai dengan syariat dibatasi dengan beberapa batasan. Salah satunya pembatasnya terkait dengan wewenang Wilayah Faqih. Patut disesalkan betapa para cendekiawan kita tidak memahami masalah. Mereka tidak tahu apa yang dimaksud dengan Wilayah Faqih.

Salah satu wewenang Wali Faqih terkait dengan pembatasan kepemilikan. Benar Allah menghormati kepemilikan, namun pada saat yang sama seorang Wali Faqih dapat membatasi kepemilikan itu bila melihatnya bertentangan dengan kepentingan umat Islam dan Islam. Di sini kepemilikan yang dihormati dan legal itu dapat dibatasi dengan sebuah pembatasan tertentu lewat hukum yang dikeluarkan seorang Wali Faqih dan bahkan menyitanya.

170 - when the tears become sacred

"When they flow by feeling someone's agony and misery, the tears become sacred."
Mola Ali (a.s) Ibn e Abu Talib (a.s)

169 - when keep getting the blessings despite continuous sins

"When you keep getting the blessings of Allah (s.w.t) continuously despite (all your) sins,
then be alert that your trial (judgment) is near and toughest."
Mola Ali (a.s) Ibn e Abu Talib (a.s)

Thursday, May 7, 2009

A Guideline for Islamic Governance

A Guideline for Islamic Governance 2007/12/01
In the Name of Almighty God, the All-Knowing, the Most Lovingly Compassionate



One's perspective regarding government and governance determines the way one ‎should cooperate with the people. If one recognizes government as a privilege and prey ‎of the governors, then the period of governance can be counted as an opportunity to fulfill ‎the expectations of certain individuals and groups or the ostentation and hedonism of the ‎governors.‎

But if in our view, "government" would be a responsibility before God for ‎establishing justice and a duty to ensure the rights of common people, serving the ‎servants of God and helping the oppressed- then the most important issue will be the ‎people's concerns. If this is the case, governors would not view themselves as better than ‎other people and they wouldn't put themselves in any other position except serving the ‎people. ‎

Based upon this view point, the ultimate goal is to achieve God's approval and ‎satisfaction in the way of serving His servants, implementing justice and expanding ‎spirituality. This goal cannot be achieved unless fully devoting yourself to Almighty God, ‎and thus even sacrificing your life and reputation for its achievement becomes sweet. ‎With this type of reasoning, the happiness of an orphan who has achieved his right is ‎preferable to the satisfaction of oppressive and voracious politicians. And the ‎appreciation of an oppressed woman- who is emancipated from the oppression- is much ‎more valuable than hundreds of official and international medals and awards. ‎

The political system of the Islamic Republic of Iran is based on this viewpoint. ‎The governmental framework and the job description of the rulers is derived from the ‎Islamic holy sources and texts, which are which are the best guidelines for good ‎governance and honest service. ‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

Last night-while I was spending time with my family-I had the opportunity to ‎review the noble book- Nahjul Balagha - one of our most valuable religious texts. ‎Naturally- as someone who bears the heaviest executive responsibility of the country for ‎sometime now - I preferred to use that opportunity and again study with my wife and ‎children, the letter of Imam Ali (peace be upon him) to his governor Maalik al-Ashtar, in ‎which he (pbuh) elaborates the right procedure of ruling and governance. Certainly, that ‎which is in this letter- the 53rd letter in this noble book – is undoubtedly the greatest ‎management charter of Islamic government. ‎

I present here some sections of this valuable text which were attention-grabbing to ‎me. I invite everyone -especially my dear colleagues in the government- to again refer to ‎Nahjul Balagha and study the Imam's (pbuh) orders to Maalik al-Ashtar and to try to, ‎more-and-more, adjust your daily activities and operations with the Imam's (pbuh) ‎instructions. ‎

However, we must say that we are very far away from what Imam Ali (pbuh) has ‎asked us to do, but we can and must strive to fully comply with his orders. ‎

‎[Excerpts from Nahjul Balagha:]‎

Maalik! You must create in your mind kindness, compassion and love for your ‎subjects. Do not behave towards them as if you are a voracious and ravenous ‎beast and as if your success lies in devouring them.‎

Remember Maalik that amongst your subjects there are two kinds of people: ‎those who have the same religion as you have; they are brothers to you, and ‎those who have religions other than yours, they are human beings like you. Men ‎of either category suffer from the same weaknesses and disabilities that human ‎beings are inclined to, they commit sins, indulge in vices either intentionally or ‎unintentionally and mistakenly without realizing the enormity of their deeds. Let ‎your mercy and compassion come to their rescue and help in the same way and ‎to the same extent that you expect Allah to show mercy and forgiveness to you. ‎You must never forget that if you are a ruler over them, than your wali [Imam Ali ‎‎(pbuh) is referring to himself] is the ruler over you and Allah is the Supreme Lord ‎over the wali. And the reality is that He has appointed you as the governor and ‎tested you through the responsibility of this rule [that He has given you] over ‎them. ‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

And you should never be remorseful if you forgive. And do not be pleased and ‎proud of your punishment. Do not get angry and lose your temper quickly over ‎the mistakes and failures of those over whom you rule. On the contrary, be ‎patient and sympathetic with them. Anger and desire of vengeance are not going ‎to be of much help to you in your administration.‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

If you ever feel any pride or vanity on account of your rule over your subjects ‎then think of the Supreme Rule of the Lord over the Universe, the extent of His ‎creations, the supremacy of His Might and Glory, His Power to do things which ‎you cannot even dream of doing and His control over you which is more ‎dominating than that which you can ever achieve over anything around you. ‎Such thoughts will cure your mental weakness, will keep you away from vanity ‎and rebellion (against Allah), will reduce your arrogance and haughtiness and will ‎take you back to the sanity which you had foolishly deserted.‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

So far as your own affairs or those of your relatives and friends are concerned ‎take care that you do not violate the duties laid down upon you by Allah and do ‎not usurp the rights of mankind, be impartial and do justice to them, because if ‎you give up equity and justice, then you will certainly be a tyrant and an ‎oppressor. And whoever tyrannizes and oppresses the creatures of Allah, will ‎earn enmity of Allah along with the hatred of those whom he has oppressed and ‎whoever earns the Wrath of Allah loses all chances of salvation and he has no ‎excuse to offer on the Day of Judgment. Every tyrant and oppressor is an enemy ‎of Allah unless he repents and gives up oppression. Remember Maalik, that ‎there is nothing in this world more effective to turn His Blessings into His Wrath ‎than to insist upon oppression over His creatures because the Merciful Allah will ‎always hear the prayers of those who have been oppressed and He will give no ‎chance to oppressors.‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

You must always appreciate and adopt a policy which is neither too severe nor ‎too lenient; a policy which is based upon equity will be largely appreciated. ‎Remember that the displeasure of common men, the have-nots and the ‎depressed persons lays heavier in the balance than the approval of important ‎persons, while the displeasure of a few big people will be excused by the Lord if ‎the general public and the masses of your subjects are happy with you. ‎

Remember Maalik, that these personages are the people who will be the worst ‎drag upon you during your moments of peace and happiness, and the least ‎useful to you during your hours of need and adversity, they hate justice the most, ‎they will keep on demanding more and more out of the State resources and will ‎seldom be satisfied with what they receive and will never be obliged for the favor ‎shown to them if their demands are justifiable refused, they will never accept any ‎reasonable excuse or any rational argument and when the time changes, you will ‎never find them staunch, faithful and loyal. ‎

While the common men, the poor and apparently less important section of your ‎subjects are the pillars of Islam, they are the real congregation of Muslims and ‎the power and defensive force against the enemies of Islam. Keep your mind on ‎their affairs, be more friendly with them and secure their trust and goodwill.‎

‎* * *‎

But be careful in forming your contacts (whether with the important persons or ‎the commoners). Keep such people away from you and think them to be the ‎enemy of the State who are scandal-mongers and who try to find fault with others ‎and carry on propaganda against them because everywhere people have ‎weaknesses and failings and it is the duty of the government to overlook (minor) ‎shortcomings. You must not try to go in search of those weaknesses which are ‎hidden from you, leave them to Allah, and about those weaknesses which come ‎to your notice, you must try to teach them how to overcome them. Try not to ‎expose the weaknesses of the people and Allah will conceal your own ‎weaknesses which you do not want anybody to know.‎

Do not give cause to the people to envy each other [man against man, tribe ‎against tribe or one section of the society against the other]. Try to alleviate and ‎root out mutual distrust and enmity from amongst your subjects.‎

Be fair, impartial and just in your dealings with all, individually and collectively ‎and be careful not to make your person, position and favors act as sources of ‎malice. Do not let any such thing or such person come near to you who does not ‎deserve your nearness and your favor. Never lower your dignity and prestige.‎

Remember that backbiters and scandal-mongers belong to a mean and cunning ‎group, though they pretend to be sincere advisers. Do not make haste to believe ‎the news they bring and do not heed to their advice.‎

Do not accept the advice of bakheel [bakheel is a person who is not only very ‎stingy with his own money, but has an envious character and does not like others ‎to contribute anything of theirs to other people]. They will try their best to keep ‎you away from acts of kindness and from doing good to others. They will make ‎you frightened of poverty.‎

Similarly do not allow cowards to act as your advisers because they will make ‎you timid in enforcing your orders, will scare you from handling important affairs ‎boldly and will make your enterprises and invasions timid and fearful attempts. At ‎the same time avoid greedy and covetous persons who would aspire to the ‎position of acting as your counselor because he will teach you how to exploit the ‎community and how to oppress people to get their wealth. Remember that ‎miserliness, cowardice and greed appear to be different wicked qualities but they ‎all arise from the same evil mentality of having no faith and no trust in Allah.‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

Your worst ministers will be the men who had been ministers to the despotic ‎rulers before you and who had been a party of atrocities committed by them. ‎Such persons should not be taken into your confidence and should not be trusted ‎because they have aided sinners and have assisted tyrants and cruel rulers.‎

In their stead you can comfortably find persons who are equally wise and learned ‎but who have not developed sinful and criminal mentalities, who have neither ‎helped the tyrants in their tyrannies nor have they assisted them to carry on their ‎sinful deeds.‎

Such persons will prove the least troublesome to you. They will be the most ‎helpful. They will sincerely sympathize with you. If you take them in your ‎confidence they will sever their connections with your opponents. Keep such ‎people with you as your companions in your informal company as well as in ‎official gatherings in audience. From amongst such honest and humane ‎companions and ministers some would receive your fullest confidence and trust. ‎They are those who can always speak out the bitter truth to you and ‎unreservedly and without fear of your status, can refuse to assist you or ‎associate with you in the deeds which Allah does not like His good creatures to ‎commit.‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

Select honest, truthful and pious people as your companions. Train them not to ‎flatter you and not to seek your favor by false praises because flattery and false ‎praises create vanity and conceit and they make a man lose sight of his real self ‎and ignore his duties.‎

You should not treat good and bad people alike because in this way you will be ‎discouraging good persons and at the same time emboldening the wicked to ‎carry on their wickedness. Everyone should receive the treatment which his ‎deeds make him deserve.‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

Have a lot of dialogues with aalims [learned scholars] and a lot of discussions ‎with hukama [wise persons who are truth-seekers and thinkers] because these ‎‎[dialogues and discussions] would initiate and stabilize prosperity and ‎improvement for the country. And also restore law and order which existed in the ‎past. ‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

You must know Maalik that the people over whom you rule are divided into ‎classes and grades and the prosperity and welfare of each class of the society ‎individually and collectively are so interdependent upon the well-being of the ‎other classes that the whole set-up represents a closely woven and reciprocal ‎net. One class cannot exist peacefully, cannot live happily and cannot work ‎without the support and good wishes of the other. ‎

Amongst them are God's faithful soldiers who defend His cause, the next class is ‎that of the secretaries of the State to whom duties of writing out and issuing ‎special or general orders are assigned, the third group is that of the judges and ‎magistrates to administer justice, the fourth is of officers who maintain law and ‎order and guard the peace and prosperity of the country. Then there are common ‎men, the Muslims who pay the taxes levied by the government, and non-Muslims ‎who pay the taxes levied by the government, and non-Muslims who pay tribute to ‎the State (in lieu of taxes). Then comes the class of men who carry on various ‎professions and trades and the last but not the least are the poor and the have-‎nots who are considered as the lowest class of the society. The Merciful Allah ‎has fixed the rights and duties of each one of them. They have been either ‎mentioned in His Book or explained through the instructions of the Holy Prophet ‎‎(pbuh). A complete code of them is preserved with us.‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

Then there is the class of the poor and the disabled persons. It is absolutely ‎necessary that they should be looked after, helped and well-provided for. The ‎Merciful Allah has explained the ways and means of maintaining and providing ‎for each of these classes. And everyone of this class has the right upon the ruler ‎of the State that the minimum necessities for its well-being and contented living ‎are provided for.‎

Remember, Maalik that Almighty Allah will not absolve any ruler from his ‎obligations unless he sincerely tries his best to discharge his duties, invokes ‎Allah to help him in their performance, remains steadfast and diligent on the path ‎of truth and justice and bears all this whether the performance of these duties is ‎congenial or hateful to him.‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

Protect your government from dishonest officers. If you find any of them ‎dishonest and your confidential intelligence service submits acceptable proofs of ‎his dishonesty, then you must punish him. This may be corporal punishment ‎besides dismissal from service and taking back from him all which he has ‎dishonestly collected. He must be humiliated and must be made to realize the ‎infamy of his wicked deeds. His humiliation and punishment must be given ‎publicly so that it may serve as a lesson and a deterrent to others.‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

In reality a state lives upon the revenues collected from the tax-payers. ‎Therefore, more importance should be attached to the fertility of land than to the ‎collection of taxes because actual taxable capacity of people rests upon the ‎fertility of the land. The ruler, who does not pay attention to the prosperity of his ‎subjects and fertility of the land but concentrates only on collection of revenues, ‎lays waste the land and consequently ruins the State and brings destruction to ‎the creatures of Allah. His rule cannot last for long.‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

By Allah, by Allah, I want to caution you about the poor. Fear Allah about their ‎conditions and your attitude towards them. They have no support, no resources ‎and no opportunities. They are poor, they are destitute and many of them are ‎disabled and unfit for work. Some of them come out begging and some (who ‎maintain self-respect) do not beg, but their condition speaks of their distress, ‎poverty, destitution and need. For the sake of Allah, Maalik, protect them and ‎their rights. He has laid the responsibility of this upon your shoulders. You must ‎fix a share for them from Beit-ul Maal (the Government Treasury). Besides this ‎reserve in cash, you must also reserve a share in kind of crops from government ‎granaries in cities where food-grains are stored as are cultivated on State-owned ‎land because in these storages the share of those living far away from any ‎particular city is equal to the share of those living nearby.‎

Let me remind you once again that you are made responsible for guarding the ‎rights of the poor people and for looking after their welfare. Take care that the ‎conceit of your position and vanity of wealth may not deceive you to lose sight of ‎such a grave and important responsibility. Yours is such an important post that ‎you cannot claim immunity from the responsibility of even minor errors of ‎commission or omission with an excuse that you were engrossed in the major ‎problems of the State which you have solved diligently. ‎

Therefore, be very careful of the welfare of the poor people. Do not be arrogant ‎and vain against them. Remember that you have to take particular care of those ‎who cannot reach you, who's poverty-stricken and disease-ridden sight may be ‎hateful to you, and whom society treats with disgust, loathing and contempt. You ‎should be a source of comfort, love and respect to them. Appoint a respectable, ‎honest and pious person - a person who fears Allah and who can treat them ‎honorably, order him to find out everything about them and to submit a report to ‎you. ‎

Then treat these poor people in such a way that on the Day of Judgment you can ‎plead your case successfully before Allah because of all classes of your subjects ‎this class deserves more of your attention, sympathy and fair-deal.‎

Though every one of these poor persons deserves your sympathy and you will ‎have to do justice to His cause to achieve His favor, yet you should pay more ‎attention to young orphans and the old disabled. They neither have any support ‎nor can they conveniently come out begging. They cannot reach you, therefore, ‎you must reach them.‎

Remember that the fulfillment of this obligation and duty is considered as a ‎tiresome burden by most of the rulers but to those who desire to achieve His ‎Blessings and to enter into His Realm, even this work seems light and congenial. ‎They bear it happily, dutifully and sincerely. They find pleasures in it and they ‎believe in the promise made by Allah.‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

Out of your hours of work, fix a time for the complainants and for those who want ‎to approach you with their grievances. During this time you should not do other ‎work but hear them and pay attention to their complaints and grievances. For this ‎purpose you must arrange public audience for them during this audience, for the ‎sake of Allah, treat them with kindness, courtesy and respect. Do not let your ‎army and police be in the audience hall at such times so that those who have ‎grievances against your regime may speak to you freely, unreservedly and ‎without fear.‎

All this is a necessary factor of your rule because I have often heard the Holy ‎Prophet (pbuh) saying, "The nation, where that rights of the oppressed, destitute ‎and down-trodden are not guarded and where the mighty and powerful persons ‎are not forced to accede these rights, cannot achieve salvation". You must ‎remember that in those audiences the most common men will gather. Therefore, ‎if you find them misbehaving, becoming unmannerly or if you feel that their talk is ‎irrelevant, tolerate them; do not be rude and do not insult them, so that Allah may ‎be kind and merciful to you and may reward you for obeying His commands ‎explicitly. Treat them courteously, hear their grievances patiently and if you are ‎forced to reject their demands then reject them in such a way that your rejection ‎may please them as much as your grants.‎

‏****‏

Then there are certain duties which only you will have to perform and which none ‎of your officers can carry out. Among them are replies to the letters of your ‎commissioners and governors and they are beyond the jurisdiction or preview of ‎your secretaries. If you find that your officers are not attending as much to the ‎complaints of the public as they should, then you should personally attend to ‎them.‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

You must finish a day's work on that day only because each day will bring its own ‎special work for you. Reserve your best time for prayers to Allah, though every ‎work of the State is the work of Allah, especially, if you are sincere and honest, ‎and if your subjects are happy with your rule and are safe from your oppression.‎

Among those duties that you are to perform diligently must be your daily prayers. ‎These should be offered sincerely and persistently. You must fix times for this ‎during days and nights. You must tax your bodily strength for this duty though it ‎may tire you.‎

‎* * *‎

You must take care not to cut yourself off from the public. Do not place a curtain ‎of false prestige between you and those over whom you rule. Such pretensions ‎and show of pomp and pride are in reality manifestations of inferiority complex ‎and vanity. The result of such an attitude is that you remain ignorant of the ‎conditions of your subjects and of the actual cases of the events occurring in the ‎State.‎

You will fail to realize comparative importance of events taking place and may ‎attach great significance to minor events and may slip over important facts, ‎similarly you may attach importance to mediocre or insignificant people and may ‎ignore real men of consequence; and what is more, you may lose the power of ‎distinction between good and bad and may take one for the other or hopelessly ‎mix up the two.‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

You should never overlook the fact that around the rulers there usually are ‎certain privileged persons (relatives and friends). They may often try to take ‎advantage of their status and may resort to selfishness, intrigues, fraud, ‎corruption and oppression. If you find such people around you then do away with ‎them (however closely connected they may be with you), immediately bring an ‎end to the scandal and clear your surroundings of all such moral and spiritual ‎filth.‎

You must never give lands in permanent lease with all proprietary and ownership ‎rights to your friends and relatives. You must never allow them to take ‎possession of the source of water-supply or lands which have special utility for ‎the communities. If they get possession of such holdings they will oppress others ‎to derive undue benefits and thus gather all the fruits for themselves leaving for ‎you a bad reputation in this world and punishment in the next.‎

Be fair in dispensing justice. Punish those who deserve punishment even though ‎he may be your near relation or a close friend and even if such an action may ‎give you pangs of sorrow and grief. Bear such a sorrow patiently and hope for ‎Divine reward. I assure you this will bear good fruits.‎

If on account of your strict measures people get suspicious of your behaving like ‎a tyrant and oppressor, then come out openly before them and explain to them ‎the reasons of your actions and let them see the facts for themselves and realize ‎the truth. This will give training to your mind, will be an act of kindness to the ‎subjects and the confidence thus reposed in them will make them support justice ‎and truth while you will achieve the end you have in view of obtaining their ‎support in the cause of truth.‎

If your enemy invites you to a peace treaty that will be agreeable to Allah, then ‎never refuse to accept such an offer because peace will bring rest and comfort to ‎your armies, will relieve you of anxieties and worries, and will bring prosperity ‎and affluence to your people. But even after such treaties be very careful of the ‎enemies and do not place too much confidence in their promises because they ‎often resort to peace treaty to deceive and delude you and take advantage of ‎your negligence, carelessness and trust. ‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

At the same time be very careful, never break your promise with your enemy, ‎never forsake the protection or support that you have offered to him, never go ‎back upon your words, and never violate the terms of the treaty. You must even ‎risk your life to fulfill the promises given and the terms settled because of all the ‎obligations laid by Almighty Allah upon man (in respect to other men) there is ‎none so important as to keep one's promises when made. ‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

Allah has given promises and treaties the high rank of being messengers of ‎peace and prosperity and through His Kindness and Mercy has made them a ‎common desire (of keeping promises) in the minds of all men and a common ‎requirement for all human beings. He has made them such a shelter and asylum ‎that everybody desires to be under their protection. ‎

Therefore, there should be no mental reservation, no fraud, no deception and no ‎underlying meanings in between the lines when you make a promise or conclude ‎a treaty. Do not use such words and phrases in your promises and treaties as ‎have possibilities of being translated in more than one way or as may have ‎various interpretations and many explanations, let there be no ambiguity in them, ‎and let them be clear, precise and to the point. And when once a treaty has been ‎finally concluded, do not try to take advantage of any ambiguous word or phrase ‎in it. If you find yourself in a critical situation on account of the treaty made in the ‎cause of Allah, then try to face the situation and bear the consequences bravely ‎and do not try to back out of the terms that account, because to face such ‎perplexing situations as may gain His Rewards and Blessings is better than to ‎break your promises on that account and earn that about which you feel nervous ‎and for which you will have to answer Allah and which may bring down His Wrath ‎upon you in this world and damnation in the next.‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

Beware and do not develop the trait of self-admiration and self-appreciation. Do ‎not get conceited of the good points that you find in your good character or good ‎deeds that you have done. Do not let flattery and cajolery make you vain and ‎ego-centric. Remember that of all the cunning ruses of the devil to undo good ‎deeds of the pious people and to affect their piety, flattery and false praises are ‎the ones on which it relies the most.‎

Do not boast of the favors and kindnesses that you have done to your subjects ‎and do not try to make them realize this, do not think too much of the good that ‎you have done to them, and do not go back upon the promises made, all these ‎three habits are very ugly features of one's character. The practice of boasting ‎over the favors done undoes the good done, the habit of exaggerating and ‎thinking very highly of our good actions will make us lose the guidance of Allah, ‎and the habit of breaking one's promises is disliked both by Allah and by man. ‎The Merciful Allah says, "It is most hateful in the sight of Allah, to say something ‎and not to practice it." [Holy Qur'an, 61:3].‎

Do not be hasty and do not precipitate your decisions and actions, when the time ‎comes for an action to be done, or a decision to be taken, then do not be lazy ‎and do not waste time and do not show weakness. When you do not find a true ‎way to do the thing on hand, then do not persist on the wrong way and when you ‎have found a correct solution, then do not be lethargic in adopting it. ‎

In short do everything at a proper time and in a proper way and keep everything ‎in its proper place.‎

‏*‏‎ ‎‏*‏‎ ‎‏*‏

I beseech Allah that by His Limitless Mercy and by His Supreme Might He may ‎grant our prayers, that He may lead both of us to the Divine Guidance of ‎achieving His Pleasure, of successfully pleading our cases before Him, justifying ‎our deeds before man, of gaining good repute, of leaving good results of our ‎benign and just rule with ever-expanding prosperity and ever-increasing welfare ‎of the State and of meeting our ends as martyrs and pious persons, as our return ‎is towards Him only.‎

May the peace of Allah be upon the Holy Prophet (pbuh) and His chosen ‎descendants.‎

source:
http://www.ahmadinejad.ir/en/a-guideline-for-islamic-governance