Tuesday, December 21, 2010

Asyura dan Tradisi

Kebangkitan Imam Husein as pada hari Asyura merupakan fenomena heroik. Fenomena itu telah mencerminkan nilai-nilai mulia sepanjang masa. Pada hari Asyura, Imam Husein as bersama para sahabatnya yang berjumlah sedikit, menghadapi ribuan pasukan lalim. Imam Husein dan sahabat-sahabat setianya mampu mencerminkan pemandangan luar biasa yang kemudian menjadi cermin perjuangan dari masa ke masa. Imam Husein as dan para sahabatnya di Karbala dengan tujuan mulianya mampu menegaskan bahwa kematian lebih baik dari pada hidup di bawah kehinaan.

Kebangkitan Imam Husein as dilandasi tujuan-tujuan mulia yang tercerminkan dalam berbagai pidatonya di Karbala. Perilaku Imam Husein as dan para sahabatnya di Karbala mencerminkan kemuliaan, kehormatan manusia dan perlawanan anti-kezaliman. Perlawanan para pejuang Karbala juga menunjukkan aspek kecintaan, pengorbanan, kesabaran dan kegigihan yang tentunya mengandung pesan budaya yang luar biasa dari masa ke masa.

Kemudian bagaimana budaya Asyura dapat bertahan dari masa ke masa? Apa yang dilakukan para seniman dalam rangka menghidupkan kebangkitan Imam Husein as?

Maqtal

Salah satu cara menghidupkan kebangkitan Imam Husein as adalah pembacaan maqtal. Maqtal adalah kronologi perjalanan Imam Husein as di Karbala yang mengandung aspek moral, politik dan sosial. Peristiwa Karbala menggambarkan dua sudut yang bertolak belakang. Sudut pertama ada di pihak kebenaran yang diperankan oleh Imam Husein as dan para sahabatnya yang setia, sedangkan sudut lainnya adalah Bani Umayah dan pasukan-pasukan bengisnya. Kecintaan dan kebencian tergambar jelas dalam peristiwa Karbala.

Maqtal-maqtal Imam Husein as ditulis hingga abad kelima hijriah yang juga termasuk salah satu catatan sejarah yang dekat dengan masa peristiwa Asyura. Karena dekat dengan masa peristiwa Karbala, catatan-catatan yang dituangkan dalam maqtal itu sedikit cacat sejarah. Maqtal Abi Mikhnaf yang juga dikutip dalam kitab Tarikh Thabari dan sejumlah kitab sejarah lainnya, merupakan salah satu maqtal yang diakui. Maqtal Abi Mikhnaf itu ditulis pada abad kedua hijrah.

Syair

Cara lain untuk menghidupkan peristiwa Asyura adalah syair. Dalam peristiwa Karbala, syair yang disampaikan para penyair dapat menjadi penyampai pesan gerakan ini. Syair-syair seringkali disampaikan di berbagai acara peringatan Asyura guna membangkitkan semangat Huseini.

Setelah peristiwa Asyura sekitar tiga abad, syair kebangkitan dan religius berkembang secara diam-diam di tengah para pengikut Ahlul Bait as karena penguasa saat itu melarangnya. Akan tetapi setelah Muiz al-Dien Ahmad Daylami berkuasa di sejumlah wilayah seperti Irak, Khozestan dan Fars di pertengahan abad keempat hijrah, peringatan Imam Husein as diperingati di tempat-tempat umum. Muiz al-Dien Ahmad Daylami saat itu mengeluarkan perintah bahwa peringatan Imam Husein as dapat dilaksanakan di khalayak umum.

Setelah itu, peringatan Asyura bukan lagi disebut sebagai tindakan yang melawan hukum, bahkan dijadikan sebagai perintah yang harus dilaksanakan di berbagai tempat. Sejak itu pula, peringatan kepahlawanan Imam Husein as di Karbala digelar tanpa rasa takut dan khawatir. Syair Huseini untuk pertama kali dituangkan dalam bentuk tulisan oleh Kesa'i Marouzi.

Di antara penyair besar yang seringkali melantunkan syair-syair peristiwa Asyura adalah Muhtasham Kashani. 12 butir Muhtasham Kashani tetap menjadi penggerak di dunia syair pada era kontemporer. Dalam konteks syair Asyura harus diperhatikan aspek-aspek kebangkitan Imam Husein as dan peristiwa Karbala. Syair-syair Asyura harus berlandaskan nilai dan semangat gerakan Imam Husein as.

Takziyah

Takziyah adalah salah satu pentas seni yang sarat dengan nilai-nilai ideologi, budaya dan politik. Takziyah adalah tradisi bangsa Iran untuk mengenang perjuangan Imam Husein as. Meski Takziyah sudah ada sebelum kemunculan Islam, namun setelah peristiwa Asyura tahun 61 hijriah, tradisi itu berubah menjadi ajang untuk mengenang kebangkitan Imam Husein as.

Takziyah secara konvensional dapat diartikan sebagai pentas yang menceritakan tokoh-tokoh yang menampilkan kepahlawanan dalam peristiwa Karbala. Takziyah adalah sebuah pentas agamis-Syiah dan tradisional Iran.

Dari sisi bahasa, takziyah mempunyai arti menghibur dan mengingatkan kesabaran kepada keluarga yang ditinggal. Takziyah dapat dikategorikan sebagai acara belasungkawa religius yang mulai populer di Iran sejak masa Aali Buyeh pada abad sembilan dan sepuluh masehi.

Di masa Aali Buyeh, takziyah dikenal sebagai tradisi duka cita kalangan Syiah. Di masa Safaviyeh, takziyah dikenal sebagai ajang syair bagi para penyair seperti Muhtasham Kashani. Adapun di masa Qajar, takziyah berubah menjadi ajang pentas dan dibangun tempat yang bernama Tikiyeh.

Tradisi Takziyah di Iran dipandu dengan syair Persia dan musik tradisional Persia, yang tentunya juga dilandasi dengan keyakinan mazhab Ahlul Bait as. Tradisi ini mempunyai sejarah panjang di Iran.

Para pementas dalam tradisi Takziyah menunjukkan semangat heroik dan religius. Selain itu, mereka juga pandai memeragakan alat-alat musik tradisional Iran. Dalam tradisi Takziyah, para pementas berdialog dengan lantunan syair yang disesuaikan dengan peran mereka.

Kondisi Asyura dalam tradisi Takziyah digambarkan secara penuh. Di pentas tradisional itu, ada tempat air, sungai, tempat lalu-lalang pasukan, tokoh serta warna-warni pakaian dan bendera. Di sana juga digambarkan manusia-manusia suci yang kehausan di tengah kepungan para musuh.

Sidang ke-5 Komite Antar-Pemerintah tentang Perlindungan Warisan Budaya Takbenda (Inter-Governmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage (IGC-ICH) yang berlangsung di Nairobi, Kenya, pada 16 November 2010, mengukuhkan Takziyah sebagai warisan budaya Iran.

Pada umumnya, Takziyah dipentaskan pada bulan Muharam dan Safar di seluruh pelosok Iran. Tradisi itu bahkan digelar tempat-tempat terbuka yang tentunya tidak memerlukan gedung dan aksesoris mahal. Para penonton pentas itu berasal dari semua kalangan, termasuk dari kelompok Sunni.

Pardeh Khani

Pardeh Khani adalah salah satu tradisi Iran lainnya untuk mengenang kebangkitan Imam Husein as di Karbala. Pardeh Khani sama seperti wayang beber. Disebut Pardeh Khani karena berupa lembaran yang menceritakan para tokoh Karbala. Dalam Pardeh Khani ada pendalang yang berfungsi menceritakan lembaran-lembaran gambar yang juga diiringi dengan musik Iran.

Pada intinya, Pardeh Khani terdiri dari pendalang dan kain lembaran yang menceritakan alur cerita. Topik utama dalam pentas Pardeh Khani itu adalah Karbala. Dalam alur cerita dikisahkan pihak yang benar dan pihak yang salah. Perlawanan Imam Husein as terhadap pasukan Yazid bin Muawiyah benar-benar digambarkan secara gamblang sehingga para penonton mengutuk pihak batil yang tega membantai keluarga Rasulullah Saw secara keji.

Pada umumnya, pedalang bercerita dengan suara lantang. Selain itu, pedalang juga menggunakan tongkat kayu sebagai pengarah alur cerita. Kisah kepahlawanan Imam Husein as dalam pentas Pardeh Khani diceritakan secara urut.

No comments: